PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

Produk-produk Bank Syariah


I. Pendahuluan
            Untuk menjalankan kegiatannya, bank syari'ah menjalankan beberapa prinsip dasar yaitu prinsip wadi'ah atau titipan (depository), prinsip bagi hasil (profit sharing), prinsip jual beli (sale and purchase), prinsip sewa (operational lease and financial lease), dan prinsip penawaran jasa (fee-based services).
Prinsip-prinsip dasar bank syari'ah di atas dianggap sebagai produk-produk bank syari'ah. Berikut ini dijelaskan lebih lanjut mengenai istilah-istilah tersebut secara ringkas.

II. Prinsip Wadi'ah atau Titipan (Depository)
A. Pengertian      
Secara bahasa (lughah) wadi'ah berasal dari kata وَدَعَ – يَدَعُ – وَدْعًا 'meninggalkan', 'menitipkan', 'menyetorkan', 'mendepositokan', 'menaruh'.[1] Secara istilah (terminologi) wadi'ah adalah titipan murni dari suatu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan  kapan saja si penitip menghendaki.[2]
Bank Indonesia memberikan defenisi yang lebih lengkap tentang wadi'ah di atas yaitu akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta kebutuhan barang atau uang.[3]
B. Landasan Syari'ah    
Adapun landasan Syar'i dari wadi'ah adalah,[4]
1. Q.S. al-Baqarah [2]: 283,
فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ
"..., maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)...."

2. Q.S. an-Nisa' [4]: 58,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, ...."

3. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmizi, dan ia menghasankannya, yaitu sebagai berikut,
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ.
"Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayakannya kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu."

C. Profil Singkat tentang Wadi'ah
Wadi'ah terbagi dua jenis, pertama, wadi'ah yad al-amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang yang pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan karena kelalaian penerima titipan. Kedua, wadi'ah yad  adh-dhamanah, yaitu akad penitipan barang atau uang yang pihak penerima titipan dengan atau tanpa seizin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang tersebut dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang atau uang titipan.[5]
E. Aplikasinya pada Bank Syari'ah
Dalam aplikasinya di bank, wadi'ah ini terdiri dari dua macam yaitu dalam bentuk giro (current account) dan tabungan berjangka (saving account).
Adapun ciri-ciri rekening tabungan wadi'ah adalah,[6]
1.  menggunakan buku (passbook) atau kartu ATM;
2. besarnya setoran pertama dan saldo minimum yang harus mengendap tergantung pada kebijakan bank;
3. penarikan tidak dibatasi, demikian pula dengan waktu kapan saja diperbolehkan.
4. tipe rekening berupa rekening perorangan, rekening bersama (dua orang atau lebih), rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum, rekening perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali pemegang rekening), dan rekening jaminan (untuk menjamin pembiayaan);
5. pembiayaan bonus atau hibah yang dilakukan dengan cara mengkredit rekening tabungan.


III. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
            Salah satu perbedaan bank syariah dengan bank konvensional adalah adanya sistem bagi hasil atau pembagian laba yang dalam bank konvensional menggunakan instrumen bunga untuk menarik para nasabah menyimpan modalnya di bank.
            Bank syari'ah atau ekonomi Islam pada umumnya menggunakan sistem profit sharing karena terdapat berbagai keuntungan atau saling menguntungkan antara dua orang atau lebih yang sedang melakukan kegiatan ekonomi. Hal tersebut terlihat dalam berbagai ayat dalam al-Qur'an yag kandungannya dapat disimpulkan sebagai berikut;[7]
1. Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam dapat menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat.
2. Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial.
3. Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata.
4. Melindungi kepentingan ekonomi lemah.
5. Membangun organisasi yang berprinsip syarikat, sehingga terjadi proses yang kuat membantu yang lemah.
6. Pembagian kerja atau spesialisasi berdasarkan saling ketergantungan serta pertukaran barang dan jasa karena tidak mungkin berdiri sendiri.
            Ditinjau dari segi terminologinya, profit sharing dapat diartikan sebagai "distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan" hal itu dapat berbentuk bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumya atau dapat berupa pembayaran pekanan atau bulanan.[8]
Prinsip bagi hasil terdiri dari empat jenis yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara'ah, dan al-musaqah.
A. al-Musyarakah
1. Pengertian
Yang dimaksud dengan al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu yang masing-masing pihak yang bekerjasama itu memberikan kontribusi modal, baik dana atau amal (expertise). Keuntungan dan kerugian dalam al-musyarakah ini ditanggung bersama sesuai kesepakatan.[9]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah terhadap produk ini adalah Q.S. an-Nisa' [4]: 12 sebagai berikut,
فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
"...maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu...."

Q.S. Shad [38]: 24 sebagai berikut,

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
"....Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh...."





3. Profil Singkat al-Musyarakah

Al-Musyarakah ada dua jenis, yaitu pertama, al-musyarakah pemilikan dan kedua, al-musyarakah akad. Al-Musyarakah pemilikan terjadi karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang menyebabkan terjadinya pemilikan oleh dua orang atau lebih. Adapun al-musyarakah akad terjadi dengan kesepakatan dua orang atau lebih yang setiap orang dari mereka sepakat memberikan modal al-musyarakah.[10]
            Al-Musyarakah akad terbagi lagi ke dalam lima jenis yaitu pertama, syirkah al-'inan; kedua, syirkah al-mufawwadhah; ketiga, syirkah al-a'mal; keempat, syirkah al-wujuh; dan kelima, syirkah al-mudharabah.[11]
            Syirkah al-'inan adalah kontrak dua orang atau lebih. Setiap orang memberikan porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan.[12]
            Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi dalam pekerjaan. Kedua pihak berbagi keuntungan dan kerugian. Jadi, syarat utama pada syirkah ini adalah kesamaan dalam hal kontribusi dana, kerja, tanggung jawab, dan beban utang.[13]
            Syirkah al-A'mal adalah kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan dan berbagi keuntungan dengan pekerjaan itu. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk membuat suatu proyek atau kerjasama dua orang tukang jahit untuk menerima order pembuatan baju seragam. Syirkah ini biasa juga disebut syirkah abdan atau syirkah sana'i.[14]
            Syirkah wujuh kerjasama dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang dari suatu perusahaan secara kredit kemudian menjualnya secara tunai. Keuntungan dan kerugian dibagi bersama berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh mitra. Jenis syirkah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan. Syirkah ini biasa juga disebut syirkah piutang.[15] Adapun syirkah al-mudharabah dapat dilihat pada pembahasan sebelumnya.
4. Aplikasinya pada Bank Syari'ah
        Nasabah meminta kepada bank untuk memberikan pembiayaan kepada proyek usaha yang sedang dilakukannya. Kemudian, dari hasil keuntungan proyek usaha tersebut, masing-masing pihak membagi keuntungan sesuai dengan besarnya modal yang ditanamkannya.





B. al- Mudharabah
1. Pengertian         
Al-Mudharabah berasal dari kata ضَرْبٌ 'memukul' atau 'berjalan'. Lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.[16]
Setelah menjelaskan secara panjang lebar tentang akar kata mudharabah, maka Muhammad kemudian mengartikan kata mudharabah secara etimologis yaitu "bergeraknya sesuatu kepada sesuatu yang lain."[17]
            Adapun secara terminologis, Ivan Rahmawan A. menjelaskan al-mudharabah sebagai salah satu jenis transaksi musyarakah. Pihak yang ber-syirkah sebagai pemilik dana atau shahibul mal dan pemilik tenaga atau mudharib. Penentuan pendapatan didasarkan atas kesepakatan nisbah bagi hasil antara shahibul mal dengan mudharib.[18]
            Muhammad Syafi'i Antonio menjelaskan bahwa secara teknis al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak pertama sebagai shahibul mal meyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka sepengelola harus bertanggung jawab.[19]
            Menurut Rasyad Hasan via Muhammad bahwa mudharabah merupakan "suatu akad (kontrak) yang memuat penyerahan modal khusus atau sema'nanya tertentu dalam jumlah, jenis dan karakternya (sifatnya) dari orang yang diperbolehkan mengelola harta (jaiz attashrruf) kepada orang lain yang 'aqil, mumayyiz dan bijaksana, yang ia pergunakan untuk berdagang dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya menurut nisbah pembagiannya dalam kesepakatan."[20]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah tentang al-mudharabah adalah sebagai berikut,
a. Q.S. al-Muzammil [73]: 20;
b. Q.S. al-Jumu'ah [62]: 10;
c. Q.S. al-Baqarah [2]: 198;
d. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam at-Thabrani sebagai berikut,
روي ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ: كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ إِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكُ بِهِ بَحْرًا وَلاَ يَنْزِلُ بِهِ وَادِيًا وَلاَ يَشْتَرِي بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدِ رَطْبَةٍ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمَنَ فَبَلَغَ شُرْطَهُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجَازَهُ.
"Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. bahwa tuan kami al-Abbas bin Abdul Muthallib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan  agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan beliau membolehkannya."

e. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah no. 2280, sebagai berikut,
عَنْ صَالِحِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.
"Dari Shalih bin Shuhaib ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah, (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual."

f. Ijma Ulama tentang bolehnya pengolahan harta anak yatim secara al-mudharabah.
3. Profil Singkat tentang al-Mudharabah           
Secara umum, al-mudharabah dibagi dua jenis yaitu pertama, al-mudharabah al-muthlaqah dan kedua, al-mudharabah al-muqayyadah. Al-Mudharabah al-muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal dan pemilik usaha atau pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.[21] Dengan kata lain, pengelola mempunyai otoritas penuh untuk mengelola modal tersebut tanpa terikat oleh syarat apapun dari pihak pemilik modal.
            Adapun al-mudharabah al-muqayyadah merupakan kebalikan dari al-mudharabah al-muqayyadah yaitu jenis al-mudharabah yang terikat dengan spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.[22] Dengan kata lain, si pengelola terikat dengan berbagai syarat yang diajukan oleh pemilik modal.
4. Aplikasinya pada Bank Syari'ah
        Aplikasi al-mudharabah dalam dunia perbankan syari'ah adalah 1) tabungan berjangka atau deposito biasa yang dimaksudkan untuk tujuan-tujuan khusus seperti tabungan haji, tabungan qurban dan lain-lain; 2) tabungan khusu atau special investment, tabungan ini secara khusus disalurkan untuk proyek tertentu.[23]
        Adapun al-mudharabah sebagai produk yang bersifat pengerahan dana yang diterapkan khusus bagi para nasabah yang membutuhkan modal usaha. Aplikasinya pada dunia perbankan syari'ah, adalah 1) pembiayaan modal kerja; dan 2) untuk investasi khusus.[24]
C. al-Muzara'ah
1. Pengertian         
Al-Muzara'ah adalah kerjasama pengolahan pertanian pemilik lahan dan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu dari hasil panen.[25]
2. Landasan Syari'ah
Mayoritas sahabat, tabi'in, dan para imam membolehkan al-muzara'ah dengan berdasarkan pada perbuatan Rasulullah saw. yang menyuruh penduduk Khaibar menggarap tanahnya dan mereka mendapatkan separoh dari hasil tanamannya.[26]
3. Profil Singkat tentang al-Muzara'ah
        Beberapa ketentuan dalam al-muzara'ah, yaitu 1) jangka waktu harus ditentukan; 2) bagian yang telah disepakati harus diketahui dengan jelas terlebih dahulu; 3) benihnya berasal dari pemilik lahan; 4) tidak sah hukumnya, apabila pemilik lahan mensyaratkan benih diambil dari hasil panen; 5) menyewakan tanah yang dibayar kontan; 6) dianjurkan kepada pemilik lahan yang melebihi kebutuhannya agar memberikan kepada saudaranya tanpa sewa; dan 7) mayoritas ulama melarang menyewakan tanah dengan makanan.[27]
4. Aplikasinya pada Bank Syari'ah        
Dalam konteks bank syari'ah, lembaga ini dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil panen.[28]
D. al-Musaqah
1. Pengertian
            Al-musaqah adalah seseorang menyerahkan pohon kurma atau pohon buah lainnya kepada orang lain yang sanggup untuk menyiraminya dan mengerjakan segala kebutuhan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut, dengan upah yang telah disepakati dari buahnya.[29]   

2. Landasan Syari'ah
            Landasan syari'ah dari al-musaqah adalah perbuatan Rasulullah saw. dan para al-khulafa' ar-rasyidun. Imam al-Bukhari memberitakan melalui Ibnu Umar bahwa Nabi saw. menyuruh penduduk Khaibar menggarap lahannya dengan upah separuh dari hasil lahan tersebut.[30]
3. Profil Singkat tentang al-Musaqah
Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari al-muzara'ah. Pada sistem ini, penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Oleh karena itu, si penggarap mendapat bagian dari hasil panen dengan prosentase tertentu.[31]
Beberapa ketentuan dari al-musaqah yaitu, 1) pohon kurma atau pohon buah lainnya diberitahukan ketika akad; 2) bagian yang diberikan kepada penggarap diketahui sebelumnya; 3) penggarap diwajibkan melaksanakan seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan pengurusan pohon korma atau pohon lainnya; 4) jika tanah yang dijadikan al-musaqah dikenakan pajak, maka si pemilik tanah yang harus membayar pajaknya; 5) al-musaqah dibolehkan hanya untuk harta pokok (tanah); 6) si penggarap boleh menyerahkan penggarapan kepada orang lain, jika ia tidak mampu menggarapnya, tetapi ia berhak mendapatkan buah yang terkait dengan akad; 7) al-musaqah batal, jika si penggarap lari sebelum pohon berbuah, tetapi jika pohon sudah berbuah, maka pemilik tanah bisa mengupah orang lain untuk mengurusnya sampai selesai, yang upah itu diambil dari bagian si penggarap; 8) jika si penggarap meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak menunjuk orang lain untuk menggantikan tugasnya, tetapi keduanya juga bisa sepakat untuk membatalkannya.[32]
4. Aplikasinya pada Bank Syari'ah
        Aplikasinya pada perbankan syari'ah adalah bank menyewa tanah atau lahan sekaligus membeli atau menyediakan benih, pupuk, dan lain-lain. Kemudian, menawarkannya kepada calon penggarap. Bank mendapatkan keuntungan dari hasil panen tersebut sesuai dengan perjanjian.

IV. Prinsip Jual Beli (Sale and Purchace)
A. Ba'i al-Murabahah
1. Pengertian
Ba'i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Si penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.[33]
2. Landasan Syari'ah
            Landasan syari'ah dari ba'i al-murabahah adalah sebagai sebagai berikut,
a. Q.S. al-Baqarah [2]: 275;
b. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan Imam Ibnu Majah sebagai berikut,
عَنْ صَالِحِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.
"Dari Shalih bin Shuhaib ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah, (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual."

c. pendapat Imam Malik yang mendasarkan pendapatnya kepada praktik penduduk Madinah, perkataan Imam Syafi'i, perkataan Marghinani (w. 593 H/ 1197 M) seorang ahli fiqh dari mazhab Hanafi, dan perkataan Imam an-Nawawi (w. 676 H/ 1277 M) seorang ahli fiqh bermazhab Syafi'i.[34]
3. Profil Singkat Ba'i al-Murabahah
            Syarat-syarat ba'i al-murabahah a) penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah; b) kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan; c) kontrak harus bebas dari riba; d) penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian; dan e) penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.[35]
            Ba'i al-murabahah terdiri dua jenis yaitu murabahah financing (pembiayaan murabahah) dan ba'i bitsaman ajil financing.[36]
            Pembiayaan al-murabahah adalah kredit modal kerja yang dapat terus bergulir. Bila seseorang mengambil produk ini, ia hanya membayar cicilan keuntungannya setiap bulan dan baru membayar harga beli bank pada saat pelunasan, sedangkan produk pembiayaan ba'i bitsaman ajil, untuk membedakan kegunaannya, diartikan sebagai kredit investasi yang cicilan keuntungan dan cicilan harga beli banknya harus dibayar setiap bulan.[37]        
B. Ba'i as-Salam
1. Pengertian         
Ba'i as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.[38]
Syaikh al-Jazairi mendefinisikan ba'i as-salam sebagai jual beli yang berdasarkan pemberian sifat (terhadap barang) yang masih ada dalam tanggungan, yang seorang muslim membeli suatu barang dengan menetapkan sifat-sifatnya, yang barangnya bisa berupa makanan, binatang, atau selain keduanya. Barang tersebut ditangguhkan penyerahannya sampai batas tertentu. Pemesan harus menyerahkan uang ketika terjadi transaksi dan ia menunggu penyerahan barang tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan. Jika waktunya telah tiba, maka si penjual harus menyerahkan barang pesanan kepada orang yang memesannya.[39]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah sebagai berikut,
a. hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, serta para imam sunnah lainnya, yaitu:[40]
مَنْ أَسْلَفَ فِيْ شَيْئٍ فَلْيُسْلِفْ فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ.
"Barangsiapa yang memesan suatu barang (salaf atau salam), maka ia harus memesannya dengan takaran dengan takaran dan timbangan yang jelas sampai kepada batas waktu yang telah ditentukan."

b. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan Imam Ibnu Majah sebagai berikut,
عَنْ صَالِحِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.
"Dari Shalih bin Shuhaib ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah, (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual."[41]

c. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Ibnu Abbas ra. sebagai berikut,
قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلَفُوْنَ فِيْ الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ.
"Suatu hari Rasulullah saw. datang ke Madinah dan ketika itu penduduk Madinah biasa melakukan salaf (pemesanan) buah-buahan dalam jangka waktu setahun, dua tahun, dan tiga tahun."[42]

3. Profil Singkat tentang Ba'i as-Salam
            Syarat-syarat terjadinya bai' as-salam adalah a) muslam (pembeli); b) muslam ilaihi (penjual); c) modal atau uang; d) muslam fih (barang); dan e) shighah (ucapan).[43]
            Adapun syarat sahnya ba'i as-salam adalah 1) pembayaran dilakukan secara kontan dengan emas, perak atau pengganti keduanya; 2) barang yang dipesan harus ditetapkan sifat-sifatnya dan kriterianya secara jelas dan lengkap; 3) jangka waktunya harus ditentukan dengan jelas; 4) pembayaran dilakukan secara kontan agar dalam suatu majelis agar tidak digolongkan jual beli hutang yang diharamkan.[44]
C. Ba'i al-Istishna' (Purchase by Order or Manufacture)
1. Pengertian         
Ba'i al-istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Pembuat barang menerima pesanan dari pembeli kemudian dengan melalui orang lain ia membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat mengenai harga dan sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan.[45]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah sama dengan landasan syari'ah pada produk ba'i as-salam. Walaupun terdapat pembahasan lebih lanjut dari para ulama tentang produk ini.[46]

V. Prinsip sewa (Operational Lease and Financial Lease)
A. al-Ijarah
1. Pengertian         
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri.[47]
Menurut Syaikh Abu Bakar ijarah adalah suatu akad terhadap sesuatu yang mempunyai manfaat dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran (harga) tertentu pula.[48]
2. Landasan Syari'ah
            Landasan syari'ah dari produk ini adalah sebagai berikut,
a. Q.S. al-Baqarah [2]: 233,
b. Q.S. al-Kahfi [18]: 77,
c. Q.S. al-Qashash [28]: 26,
d. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut,
روي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَاعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ.
"Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'berbekamlah kamu, kemudian berikanlah upahnya kepada tukang bekam itu.'"

e. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah dari sahabat Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَعْطُوا الْأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.
"Dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda, 'berikanlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering.'"

f. Hadis Qudsi yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari sebagai berikut,
"Allah swt. berfirman, 'tiga golongan manusia yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat yaitu, orang yang memberi dengan bersumpah atas nama-Ku lalu berkhianat, orang yang menjual orang merdeka, lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja, tetapi tidak diberikan upahnya.'"


3. Profil Singkat tentang Ijarah
            Beberapa ketentuan hukum ijarah yaitu 1) diperbolehkan menyewa guru untuk mengajarkan ilmu atau keterampilan; 2) diperbolehkan menyewa pekerja dengan memberikan upah berupa makanan dan pakaian; 3) diperbolehkan menyewa rumah tertentu yang kelayakannya didasarkan pada dugaan; 4) diperbolehkan memotong uang sewa, jika dilarang memanfaatkannya dalam jangka waktu tertentu, kecuali si penyewa yang berinisiatif untuk tidak memanfaatkannya; 5) ijarah dianggap batal, apabila barang yang disewa rusak; 6) barang yang cacat yang tidak diketahui sebelumnya tetap dibayar, jika si penyewa rela dengan cacat tersebut dan telah memanfaatkannya; 7) pekerja tidak diwajibkan mengganti kerusakan barang yang dipakainya selama ia tidak lalai atau berlebih-lebihan; 8) upah diberikan harus ditetapkan melalui akad; 9) pekerja berhak menahan barang sampai upahnya dibayarkan; dan 10) seorang pengobat yang bukan ahlinya (malpraktek) bertanggung jawab terhadap kerusakan yang dilakukannya.[49]
B. al-Ijarah al-Muntaha bit-Tamlik (Financial Lease With purchase Option)
1. Pengertian         
al-Ijarah al-muntaha bit-tamlik adalah perpaduan kontrak jual beli dengan sewa atau dengan kata lain, akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini yang membedakannya dengan ijarah biasa.[50]

2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah sebagai berikut,[51]
a. Q.S. az-Zukhruf [43]: 32;
b. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari sahabat Abu Hurairah ra. dan sahabat Abu Said al-Khudri, sebagai berikut,
مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.
"Barangsiapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

c. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu dawud, Imam an-Nasai dari sahabat Sa'd Ibn Abi Waqqash dengan matan dari Imam Abu Dawud sebagai berikut,
"Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit dan tempat yang teraliri air, maka Rasulullah saw. melarang kami melakukan hal itu dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang)."

d. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi dari sahabat 'Amr bin 'Auf,

الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

3. Profil Singkat tentang al-Ijarah al-muntaha bit-tamlik
            Al-Ijarah al-muntaha bit-tamlik mempunyai beberapa bentuk, tergantung pada apa yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kesepakatan itu dalam hal, antara lain, al-ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang ditentukan dalam al-ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan waktu kepemilikan berpindah tangan.[52]
            Adapun proses berpindahnya kepemilikan dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan hibah dan janji menjual (promise to sell).[53]

VI. Prinsip penawaran Jasa
A. al-Wakalah
1. Pengertian   
Al-Wakalah atau al-wikalah berarti 'penyerahan', 'pendelegasian', atau 'pemberian mandat'. Contoh kalimat "aku serahkan urusanku kepada Allah" mewakili pengertian istilah tersebut. Secara istilah atau terminologi al-wakalah adalah 'pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan'. [54]
Menurut Bank Indonesia al-wakalah adalah akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi tugas.[55]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah sebagai berikut,
a. Q.S. al-Kahfi [18]: 19, ayat ini menggambarkan seorang ash-habul kahfi mewakili teman dalam memilih dan membeli makanan.
b. Q.S. Yusuf [12]: 55, pada konteks ini Nabi Yusuf as. siap menjadi wakil dan pengemban amanah sebagai bendaharawan Mesir.
c. Q.S. at-Taubah [9]: 60, pada konteks ayat ini yaitu terdapat orang-orang yang mewakili sang Imam atau pemimpin untuk mengumpulkan zakat.
d. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-muwaththa' sebagai berikut,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلَا مِنَ الْأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ.
"Bahwasanya Rasulullah saw. mewakilkan Abu Rafi' dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah Binti al-Harits."

e. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan Imam al-Bukhari, Rasulullah saw. bersabda yang ditujukan kepada sahabat Unais ra.,
اغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمُهَا.
"Hai Unais pergilah kamu kepada wanita ini, jika ia mengakui perbuatannya (zina), maka rajamlah ia."

Pada konteks hadis ini, Rasulullah mewakilkan dirinya kepada Unais ra. untuk mengetahui kebenaran perbuatan yang dilakukan oleh seorang wanita. Apabila perbuatan itu benar, maka Unais juga mewakili Rasulullah saw. untuk merajamnya.

3. Profil Singkat tentang al-Wakalah
Ada beberapa rukun dalam al-wakalah, yaitu 1) pihak yang memberi kuasa (muwakil); 2) pihak penerima kuasa (wakil); 3) objek yang dikuasai (taukil); dan 4) ijab qabul (sighat).[56]
                        Adapun ketentuan hukumnya adalah 1) al-wakalah dilakukan dengan semua perkataan yang menunjukkan kepada pemberian mandat; 2) al-wakalah sah dalam setiap akad jual beli, nikah, rujuk, fasakh, thalaq, dan khulu', serta sah hukumnya al-wakalah dalam pelimpahan kekuasaan untuk masalah pembagian zakat, pelaksanaan ibadah haji dari seorang yang sudah meninggal atau orang yang sudah lemah, dan lain-lain; 3) al-wakalah sah dalam menetapkan suatu hukuman dan melaksanakannya; 4) al-wakalah tidak sah dalam hal-hal tertentu seperti: shalat, puasa, li'an, zhihar, sumpah, nazdar, kesaksian, dan hal-hal yang diharamkan; 5) al-wakalah batal jika salah pihak membatalkannya atau ada yang meninggal dunia atau gila; 6) wakil dalam jual beli tidak boleh menjual untuk dirinya atau membeli untuk dirinya, anaknya, istrinya atau orang yang tidak diterima kesaksiannya; 7) seorang wakil tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya taukil kecuali karena keteledoran wakil atau ia melampaui batas; 8) sah melakukan al-wakalah secara mutlak kecuali urusan cerai; 9) jika muwakil memerintahkan wakil-nya membeli barang tertentu, maka si wakil tidak boleh membeli barang yang lain; 10) sah melakukan al-wakalah dengan memberi upah.[57]

B. al-Kafalah
1. Pengertian         
Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.[58]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah produk ini adalah sebagai berikut,
a. Q.S. Yusuf [12]: 66 dan 72,
b. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari sebagai berikut,
"Telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan.... Kemudian Rasulullah saw. bertanya, 'Apakah ia mempunyai warisan?' Para sahabat menjawab, 'Tidak!' Rasulullah saw. bertanya lagi, 'Apakah ia mempunyai utang?' Sahabat menjawab, 'Ya, sebanyak tiga dinar'. Rasulullah saw. pun memerintahkan para sahabat untuk menshalatkannya, tetapi beliau sendiri tidak menshalatkannya. Abu Qatadah lalu berkata, 'Saya menjamin utangnya ya Rasulallah!' Kemudian Rasulullah saw. pun menshalatkannya."

3. Profil Singkat tentang al-Kafalah
            Menurut jenisnya, al-kafalah ini dibagi atas lima macam. Pertama, kafalah bi an-nafs, yaitu akad pemberian jaminan atas diri (personal quarantee). Kedua, kafalah bi al-mal, yaitu pemberian jaminan dengan pembayaran harta atau pelunasan utang. Ketiga, kafalah bi at-taslim, yaitu jaminan pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Keempat, kafalah al-munjazah, yaitu jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk  kepentingan atau tujuan tertentu. Kelima, kafalah al-mu'allaqah, merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah baik oleh industri perbankan maupun asuransi.[59]
C. al-Hawalah (Transfer Service)
1. Pengertian         
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dengan kata lain, menurut ulama, pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang menjadi tanggungan muhal 'alaih (orang yang berkewajiban membayar utang).[60]
2. Landasan Syari'ah
            Al-hawalah dibolehkan berdasarkan sunnah dan ijma.[61]
3. Profil Singkat tentang al-Hawalah
            Terdapat beberapa rukun al-hawalah yaitu 1) pihak yang berutang dan berpiutang (muhil); 2) pihak yang berpiutang (muhal); 3) pihak yang berutang dan berkewajiban membayar utang kepada muhil (muhal 'alaihi); 4) utang muhil kepada muhal (muhal bih); 5) utang muhal alaihi kepada muhil; 6) ijab qabul (shigat).[62]
            Adapun syarat-syarat al-hawalah adalah 1) utang yang dialihkan adalah utang yang benar-benar terdapat pada tanggungan orang yang berutang yang akan mengalihkannya; 2) kedua utang yang dialihkan harus sama dari segi jenis, perjanjian, jumlah, sifat, dan waktu pembayarannya; 3) masing-masing kedua belah pihak terdapat kerelaan.[63]
D. ar-Rahn (Mortgage)
1. Pengertian         
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana, ar-rahn adalah jaminan utang atau gadai.[64]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah,
a. Q.S. al-Baqarah [2]: 283,
b. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam asy-Syafi'i, ad-Daruqutni, dan Imam Ibnu Majah dan hadis ini dianggap hasan karena banyaknya jalur periwayatannya,
لاَ يُغْلِقُ الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِي رَهَنَهُ, لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ.
"Barang gadaian tidak hilang dari pemiliknya yang telah menggadaikannya, karena keuntungan baginya dan kerugian pun untuknya."

c. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, sebagai berikut,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.
"Aisyah ra. berkata, 'bahwasanya Nabi saw. membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya sebuah baju dari besi."

3. Profil Singkat tentang ar-Rahn
            Terdapat beberapa rukun dalam ar-rahn, yaitu 1) pihak yang menggadaikan (rahin); 2) pihak yang menerima gadai (murtahin); 3) objek yang digadaikan (marhun); 4) utang (marhun bih); 5) ijab qabul (sighat).[65] Selain itu, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan hukum di dalamnya yang harus diketahui oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan ar-rahn ini.[66]
E. al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
1. Pengertian         
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain, al-qardh adalah pinjaman tanpa imbalan. Ia biasa juga dikategorikan aqd tathawwu atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.[67]
Adhiwarman A. Karim mengartikan al-qard sebagai "peminjaman uang atau barang berdasarkan kepercayaan." Kata ini ada hubungannya dengan istilah kredit dalam bahasa kita. Kata ini diambil dari kata credo yang berarti 'memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan'. Setelah ditelusuri, ternyata kata credo berasal dari istilah ilmu fiqh yaitu al-qardh.[68]
2. Landasan Syari'ah
            Adapun landasan syari'ah dari produk ini adalah sebagai berikut,
a. Q.S. al-Hadid [57]: 11,
b. Hadis Nabi saw. yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Imam Baihaqi, sebagai berikut,
"Dari Ibnu Mas'ud meriwayatkan bahwasanya Nabi saw. berkata, 'Bukan seorang muslim yang meminjamkan muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya adalah seperti nilai sedekah.'"

c. Ijma'
3. Profil Singkat tentang al-Qardh
            Adapun rukun dalam al-qardh adalah 1) adanya pihak yang meminjam (muqtaridh); 2) pihak yang memberi pinjaman (muqridh); 3) dana (al-qardh); 4) ijab qabul (sighat).[69]
4. Aplikasi pada Bank Syari'ah
            Al-qardh biasanya diberikan kepada orang yang tidak mampu dalam bentuk qardh al-hasan. Sumber dananya berasal dari infaq dan sedekah yang dikumpulkan oleh bank. Jenis al-qardh yang lain diberikan kepada beberapa petinggi bank sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, sumber dana dari jenis ini diambilkan dari modal.[70]

VII. Penutup
            Produk-produk bank syari'ah di atas, sengaja dipaparkan secara ringkas karena ruang yang terbatas, di samping referensi yang tidak memadai, padahal pembahasan di atas merupakan salah satu "hutan belantara" bank syari'ah yang begitu luas, karena itu sangatlah wajar kalau ketidakpuasan menggelayuti pikiran dan perasaan kita masing-masing.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2005

al-Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Minhajul Muslim. Beirut: Dar al-Fikr, 1995

Karim, Adiwarman A. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Muhammad. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari'ah: Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Syari'ah. Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam STIS, 2003

-------, Manajemen Bank Syari'ah. Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN, 2005

Munawwir, A.W. Kamus al-Munawwir Arab~Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, t.th.

Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999

Rahmawan A., Ivan. Kamus Istilah Akuntansi Syari'ah. Yogyakarta: Pilar Media, 2005

Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2004

Sam, M. Ichwan, dkk. (ed.). Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional. Jakarta: P.T. Intermasa, 2003


           
           



[1]A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab~Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, t.th.), hlm. 1651.
[2]Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 85 dan Ivan Rahmawan A., Kamus Istilah Akuntansi Syari'ah (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 181.
[3]Ivan Rahmawan A., loc.cit.
[4]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslim (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), hlm. 337.
[5]Ibid., hlm. 181-182. Lihat juga Muhammad Syafi'i ..., op.cit., hlm. 86-87 dan Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 18.
[6]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari'ah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hlm. 51.
[7]Muhammad, Manajemen Bank Syari'ah (Yogyakarta: [UPP] AMP YKPN, 2005), hlm. 107.

[8]Muhammad, ibid., hlm. 105.
[9]Muhammad Syafi'i ..., op.cit., hlm. 90 dan Ivan ..., op.cit., hlm. 114.
[10]Ibid., hlm. 91-92.
[11]Ibid., hlm. 92. Dalam bukunya berjudul "Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer", Adiwarman A. Karim membagi al-musyarakah ke dalam empat jenis yaitu syarikat keuangan (amwal), syarikat operasional (a'mal), syarikat good will (wujuh), dan syarikat mudharabah. Syarikat keuangan tidak disebutkan oleh Muhammad Syafi'i Antonio, tetapi dua istilah syirkah yaitu syirkah al-'inan dan syirkah al-mufawwadhah tidak disebutkan oleh Adiwarman A. Karim. Demikian pula, pembagian al-musyarakah, pada awalnya dibagi dua oleh Muhammad Syafi'i Antonio yaitu al-musyarakah kepemilikan dan al-musyarakah akad. Kemudian al-musyarakah akad inilah yang terdiri dari lima jenis sebagaimana dijelaskan di atas.
[12]Muhammad Syafi'i ..., loc.cit.
[13]Ibid.
[14]Ibid
[15]Ibid., hlm. 93
[16]Ibid., hlm 95.
[17]Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari'ah: Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Syari'ah (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam STIS, 2003), hlm. 51.
[18]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 111.
[19]Muhammad Syafi'i Antonio, loc.cit. Lihat juga Muhammad, op.cit., hlm. 106.
[20]Muhammad, Konstruksi..., op.cit., hlm. 47-48.
[21]Ivan ..., op.cit., hlm. 112, Muhammad Syafi'i ..., op.cit., hlm. 97, dan Muhammad, op.cit., hlm. 108.
[22]Ibid.
[23]Muhammad, op.cit., hlm. 98.
[24]Ibid., hlm. 98-99.
[25]Muhammad Syafi'i ..., op.cit., hlm. 99
[26]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hlm. 319-320.
[27]Ibid., hlm. 320.
[28]Muhammad Syafi'i, loc.cit.
[29]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hlm. 318.
[30]Ibid., hlm. 318.
[31]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 100
[32]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hlm. 319.
[33]Muhammad Syafi'i ..., ibid., hlm. 101. Lihat juga Adhiwarman A. Karim, op.cit., hlm. 86.
[34]Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004), hlm. 120
[35]Muhammad Syafi'i..., ibid., hlm. 102.
[36]Adiwarman ..., op.cit., hlm. 89.
[37]Ibid. Lihat juga Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, op.cit., hlm. 25-27
[38]Muhammad Syafi'i ..., ibid., hlm. 108.
[39]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hlm. 311.
[40]Ibid. dan Muhammad Syafi'i..., lo.cit.
[41]Muhammad Syafi'i..., op.cit., hlm. 108-109.
[42]Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, loc.cit.
[43]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 109.
[44]Syaikh Abu Bakar..., op.cit., hlm. 311-312.
[45]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 113.
[46]Lihat  Ibid., hlm. 114.
[47]Ibid., hlm. 117.
[48]Syaikh Abu Bakar..., op.cit., hlm. 321.
[49]Ibid., hlm. 321-322.
[50]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 118.
[51]M. Ichwan Sam dkk. (ed.), Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional (Jakarta: P.T. Intermasa, 2003), hlm. 165-166.
[52]Muhammad Syafi'i..., loc.cit.
[53]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 88-89.
[54]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 120.
[55]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 183.
[56]Muhammad Syafi'i..., loc.cit.
[57]Syaikh Abu Bakar..., op.cit.,  hlm. 329-330
[58]Muhammad Syafi'i..., Ibid., hlm. 123.
[59]Ibid., hlm. 124-125.
[60]Ibid., hlm. 126. Lihat juga Syaikh Abu Bakar..., op.cit., hlm. 323.
[61]Muhammad Syafi'i..., ibid., dan lihat beberapa tambahan hadis pada Syaikh Abu Bakar..., ibid.
[62]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 82.
[63]Syaikh Abu Bakar..., op.cit., hlm. 324.
[64]Muhammad Syafi'i..., op.cit., hlm. 128.
[65]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 153.
[66]Lihat Syaikh Abu Bakar..., op.cit., hlm. 327-328.
[67]Muhammad Syafi'i..., op.cit., hlm. 131.
[68]Adiwarman..., op.cit., hlm. 109.
[69]Ivan Rahmawan A., op.cit., hlm. 151.
[70]Adiwarman..., op.cit., hlm. 110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar