PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH



A.    Pendahuluan
Makalah ini membahas tentang pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah yang diawali dengan mengemukakan tentang biografi singkat Ibnu Taimiyah. Hal ini penting dikemukakan agar diketahui tentang siapakah Ibnu Taimiyah itu.
Banyak pemikiran dalam masalah-masalah ekonomi yang dihasilkan Ibnu Taimiyah, tetapi dalam makalah ini hanya dikemukakan beberapa saja. Di antara pemikiran ekonomi yang dikemukakan dalam makalah ini adalah permasalahan pasar, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan tingkat harga, beberapa syarat dan kondisi tentang pasar sehat, hak kekayaan, konsep uang, dan konsep tentang hisbah.
B.     Biografi Singkat Ibn Taimiyah
Berbicara tentang Ibnu Taimiyah, tentu tak bisa dilepaskan dengan perannya dalam membangun dasar-dasar logis tentang ekonomi Islam, sistem pembentukan pasar dalam Islam, dan politik ekonomi. Nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas Taqiyuddin Ahmad ibn Abd al-Salam ibn Abdullah ibn Taimiyah al-Harrani. Lahir 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H) dan wafat pada tahun 1328 M (20 Dzulhijjah 728 H). Ia adalah ulama sekaligus cendikiawan muslim yang hidup pada zaman akhir Dinasti Abbasiyah tepatnya abad XIII. Ketika itu, negeri-negeri Arab diserang oleh Bangsa Tartar yang menyerang mereka pada tahun 699H.[3]
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh (ulama besar), hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani Seorang Ulama yang menguasai fiqih, hadis, tafsir, ilmu ushul, dan penghafal al-Qur'an.[4]
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268 M), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol (Bangsa Tartar) atas Irak.[5]
Ia wafat di dalam penjara Qal`ah Dimasyq yang disaksikan oleh salah seorang muridnya bernama Ibnul Qayyim. Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Jenazahnya dishalatkan di masjid Jami` Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur yang dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara dan para penduduk. Ia wafat pada tanggal 20 DzulHijjah 728 H dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya yang bernama Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.[6]
C.    Pandangan Ibn Taimiyah terhadap Permasalahan di Pasar.
Berikut ini beberapa pandangan Ibnu Taimiyah tentang permasalahan pasar:
1.      Naik dan turunya harga tidak selalu terjadi karena ketidakadilan (zulm) dari beberapa orang. Kadang-kadang terjadi karena kekurangan produksi atau penurunan impor barang yang diminta. Dengan demikian, jika keinginan pembelian barang mengalami peningkatkan, sedangkan ketersediaan barang merosot, maka harga akan naik. Di sisi lain, jika ketersediaan barang bertambah, sedangkan permintaan turun, maka harga akan turun. Kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin juga karena tindakan yang tidak adil.
Dari pernyataan Ibnu Taimiyah tersebut, nampaknya berlaku satu pendapat pada masanya bahwa kenaikan harga sebagai akibat dari ketidakadilan atau penyimpangan yang di lakukan di sisi penjual atau dikenal dengan Istilah 'zulm' yang berarti pelanggaran atau ketidakadilan. Istilah tersebut digunakan dalam arti manipulasi oleh penjual yang mengarah pada ketidaksempuraan harga di pasar, seperti penimbunan. Menurut Ibnu Taimiyah, hal ini tidaklah selalu benar. Dia menyatakan alasan ekonomi untuk naik dan turunya harga berasal dari kekuatan pasar[7].
2.      Penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah swt..
3.      Harga juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan terhadap orang-orang yang terlibat dalam transaksi. Bila seseorang cukup mampu dan terpercaya dalam membayar kredit, penjual akan senang melakukan transaksi dengan orang tersebut. Akan tetapi, apabila kredibilitas seseorang dalam masalah kredit telah diragukan, penjual akan ragu untuk melakukan transaksi dengan orang tersebut dan cenderung memasang harga tinggi. Demikian juga apabila menggunakan kontrak[8].


D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Tingkat Harga Menurut Ibn Taimiyah
Ibnu Taimiyah memberikan penjelasan yang rinci tentang beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan tingkat harga. Berikut factor-faktor tersebut:[9]
1.      Permintaan masyarakat (al-ragabah) yang sangat bervariasi (people’s desire) terhadap barang. Faktor ini tergantung pada jumlah barang yang tersedia (al-matlub). Suatu barang akan semakin disukai jika jumlahnya relatif kecil (scarce) daripada yang banyak jumlahnya.
2.      Tergantung kepada jumlah orang yang membutuhkan barang (demander/consumer/tullab). Semakin banyak jumlah peminatnya, semakin tinggi nilai suatu barang.
3.      Harga juga dipengaruhi oleh kuat lemahnya kebutuhan terhadap suatu barang, selain juga besar dan kecilnya permintaan. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi jika dibandingkan dengan jika kebutuhannya lemah dan sedikit.
4.      Harga juga akan bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’awid). Jika pembeli merupakan orang kaya dan terpercaya (kredibel) dalam membayar kewajibannya, maka kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak kredibel (suka menunda kewajiban atau mengingkarinya).
5.      Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis uang yang digunakan sebagai alat pembayaran. Jika menggunakan jenis mata uang yang umum dipakai, maka kemungkinan harga relatif lebih rendah jika dibandingakan dengan menggunakan mata uang yang tidak umum atau kurang diterima secara luas.
6.      Hal di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi haruslah menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah atau lancar dibandingkan dengan jika pembeli tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya. Tingkat kemampuan dan kredibilitas pembeli berbeda-beda. Hal ini berlaku bagi pembeli maupun penjualnya, penyewa dan yang menyewakan, dan siapa pun juga. Obyek dari suatu transaksi terkadang (secara fisik) nyata atau juga tidak nyata. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk pembeli yang kadang-kadang dapat membayar karena memiliki uang, tetapi kadang-kadang mereka tidak memiliki uang cash dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang pertama kemungkinan lebih rendah daripada yang kedua.
7.      Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa, sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat dengan tanpa tambahan biaya apapun. Akan tetapi, kadang-kadang penyewa tidak dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, seperti yang terjadi di desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya, harga sewa tanah seperti itu tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan  biaya-biaya tambahan ini.  
E.     Pasar Sehat Menurut Ibn Taimiyah
Menurut Ibnu Taimiyah, terdapat beberapa syarat atau kondisi agar pasar menjadi sehat. Beberapa syarat atau kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Larangan dalam hal pemaksaan orang untuk menjual barang yang tidak diharuskan untuk menjualnya atau sebaliknya melarang orang menjual barang yang sebenarnya boleh untuk dijual.
2.      Larangan kolusi antara pembeli dan penjual.
3.      Menyokong homogenitas dan standardisasi produk.
4.      Melarang pemalsuan produk serta penipuan pengemasan produk untuk dijual.
5.      Standarisasi izin dalam jual beli.
6.      Menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif, dengan tetap memperhatikan pasar tidak sempurna. Ibn Taymiyah merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang normal, padahal orang-orang membutuhkan barang ini, maka penjual diharuskan untuk menjualnya pada tingkat ekuivalen. Secara kebetulan, konsep ini bersinonim dengan apa yang disebut harga yang adil. Lebih jauh, bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lainya), maka pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli[10].
Ibn Taimiyah membedakan antara peningkatan harga yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar dan yang disebabkan oleh ketidakadilan, misalnya penimbunan – sebuah perbedaan harga yang di bentuk oleh kebijakan pemerintah yang berwenang. Ibnu Taimiyah adalah pendukung kuat pengendalian harga dalam kasus ketidaksempurnaan di pasar, tetapi dia menentang pengendalian jika kenaikan harga disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar murni, yakni permintaan dan penawaran. (Islahi, pp.79-90; Kahf, dan Al Mubarak, pp.107-125)[11].
7.      Banyak penjual dan pembeli, sehingga tak seorang pun dari mereka mampu mempengaruhi pasar.
8.      Semua penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar.
9.      Penjual dan pembeli memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai kondisi pasar termasuk menegenai harga, kuantitas, kualitas barang yang ditransaksikan.
10.  Cost dan benefits yang diperoleh ditanggung sepenuhnya oleh mereka yang terlibat dalam transaksi bukan oleh pihak eksternal.
11.  Semua pembeli dan penjual berusaha mengoptimalkan utilitas[12].
F.     Hak Kekayaan Menurut Ibnu Taimiyah
Hak kekayaan menurut Ibnu Taimiyah dibagi ke dalam tiga bagian yaitu kekayaan individu, kekayaan kolektif, dan kekayaan negara.
1.      Kekayaan Individu
Penggunaan kekayaan individu disesuaikan dengan apa yang ditetapkan oleh syariah. Setiap individu dapat menggunakan kekayaan yang dimilikinya secara produktif, memindahkannya, dan menjaganya. Penggunaan kekayaan individu ini tetap pada batas-batas yang wajar, tidak boros, atau membelanjakannya di jalan yang dilarang oleh syari’at. Ibnu Taimiyah juga tidak membenarkan untuk melakukan eksploitasi terhadap orang-orang yang membutuhkan. Contoh eksploitasi di sini adalah menimbun harta pada saat terjadi bencana kelaparan.[13]
2.      Kekayaan Kolektif
Kekayaan kolektif bisa dalam bentuk yang bermacam-macam. Misalnya suatu barang yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, atau dimiliki oleh suatu organisasi atau asosiasi. Terdapat juga barang atau objek yang dimiliki oleh suatu komunitas yang tinggal di suatu daerah tertentu. Atau dimiliki oleh masyarakat secara keseluruhan. Kekayaan seperti ini biasanya menjadi hajat hidup orang banyak.[14]
kekayaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih diserahkan kepada aturan yang telah dibuat oleh masing-masing pihak dengan tidak saling merugikan. Misalnya, sebuah kebun yang dimiliki bersama oleh dua orang. Salah satu dari mereka ingin membuat tembok di tengah kebun, tetapi yang lain keberatan, maka keberatan tersebut harus diterima.[15]
Adapun kekayaan kolektif yang disebutkan oleh hadis adalahair, rumput, dan api. Jika kekayaan ini dikuasai oleh individu, maka akan mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat. Air, rumput, dan api hanya sebagai contoh saja, hal-hal lain yang serupa dengan itu dapat dimasukkan sebagai kategori. Semua bahan mineral yang berasal dari tanah bebas seperti nafta, emas, garam, minyak dan lain-lain juga termasuk kekayaan kolektif.[16]
3.      Kekayaan Negara
Negara berhak untuk mendapatkan sumber-sumber penghasilan dan kekuatan yang diperlukan untuk melaksanakan kewajibannya. Sumber utama dari kekayaan Negara adalah zakat, ghanimah, dan fai. Selain dari sumber ini, negara juga bisa menambah pemasukannya dengan menerapkan pajak-pajak lain ketika kebutuhan mendesak muncul.[17]
G.    Konsep Uang Menurut Ibnu Taimiyah
Fungsi utama uang dalam pandangan Ibnu Taimiyah adalah sebagai nilai ukur (measurement of value) dan media pertukaran (medium of exchange). Uang menjadi media untuk merubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi. Uang berfungsi sebagai media pertukaran, sehingga tidak bisa dijadikan perdagangan karena bertentangan dengan tujuan pembuatan uang itu sendiri. Jika uang harus ditukar dengan uang, maka pertukaran tersebut harus lengkap (taqabud) dan tanpa ada jeda (hulul). Jika dua orang saling bertukar uang, yang salah satu di antara mereka membayar dengan kontan sementara yang lain berjanji akan membayarnya nanti, maka orang pertama tidak dapat menggunakan uang yang dijanjikan dalam transaksi tersebut sampai ia benar-benar dibayar. Hal ini menyebabkan orang pertama kehilangan kesempatan menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah alasan Ibnu Taimiyah ketika menentang jual beli uang.[18]
H.       Konsep Hisbah
Hisbah secara etimologi dan terminologi berkisar pada memerintahkan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar). Misalnya, si Fulan melakukan hisbah terhadap si Fulan, artinya mengingkari perbuatannya yang buruk.[19]  
Adapun makna terminologi hisbah adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya dan mencegah kemungkaran apabila ada yang melakukannya.[20]
Konsep hisbah di atas meluas agar bisa mencakup semua masyarakat yang mampu memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Apakah karena ditugasi oleh negara ataukah tidak diwajibkan secara resmi. Ruang lingkup hisbah mencakup hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Dengan kata lain, hisbah mencakup semua sisi kehidupan.[21]
Menurut Ibnu Taimiyah, tujuan utama hisbah adalah mendorong kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar pada wilayah-wilayah yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah daerah, hakim, atau pegawai negara khusus. Melalui hisbah ini, pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap praktik-praktik ekonomi.[22]
Ibnu Taimiyah meringkas fungsi agama, sosial, dan ekonomi dari seorang muhasib. Ia berpendapat bahwa seorang muhasib harus memerintahkan untuk melakukan sholat jumat dan sholat jamaah lainnya, terpercaya, membayar kembali tabungan-tabungan, melarang hal-hal buruk seperti berbohong, tidak jujur, mengurangi takaran dan timbangan, kecurangan dalam industri, perdagangan, dan permasalahan agama.[23]   
I.          Penutup
Setelah semua pembahasan dikemukakan, didapatkan gambaran tentang bagaimana pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah. Pada prinsipnya, ia menekankan pada prinsip keadilan, kejujuran, saling tolong menolong, menjauhi penipuan, dan lain-lainnya yang semuanya merupakan prinsip ekonomi dalam Islam.









Daftar Pustaka

Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, terj. Asmuni Solikhan Zamakhsyari, Jakarta: Khalifa (Pustaka al-Kautsar Grup, 2006)

Islahi, Abdul Azim, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, London: Islamic Foundation, 1988

Karim, Adiwarman A.,  Ekonomi Islam suatu kajian kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press 2001
Misanan, Munrokhim, dkk., Text Book Ekonomi Islam, Yogyakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia DPbS BI & Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia (P3EI UII), 2007

Yuliadi, Imamudin, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta: LPPI UMY, 2001











[1]Disampaikan  pada kuliah Aktivitas Ekonomi Islam, Konsentrasi Hukum Bisnis Syariah, Program Studi Hukukm Islam, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa, 29 Desember 2009.
[2]Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pengamat Ekonomi Syariah.
[4]Ibid.
[5]Ibid.
                [6]Ibid. 
                 [7]Ibid.
[8]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam suatu kajian kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press 2001), hlm. 160.  
[9]Munrokhim Misanan dkk., Text Book Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia DPbS BI & Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia (P3EI UII), hlm. 155-156.
                 [10] Ibid., hlm. 161.
 [12]Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2001), hlm. 52
[13]Abdul Azim Islahi, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, (London: Islamic Foundation, 1988), hlm. 113.
[14]Ibid., hlm. 115-116.  
[15]Ibid., hlm. 116.
[16]Ibid., hlm. 116-117.
[17]Ibid., hlm. 117.
[18]Ibid., hlm. 140-141.
[19]Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, terj. Asmuni Solikhan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa (Pustaka al-Kautsar Grup, 2006), hlm. 587.
[20]Ibid.
[21]Ibid., hlm. 587-588.
[22]Abdul Azim, Ibid., hlm. 187.
[23]Ibid., hlm. 191.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar