PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT




I. Pendahuluan
                Apakah ada ayat muhkamat dan mutasyabihat dalam al-Qur'an? ya, ada. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. Ali Imran (3): 7 berikut,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat [ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah], itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."[1]
                Ayat di atas dengan sangat jelas mengabarkan bahwa sebagian ayat-ayat al-Qur'an itu muhkamat dan sebagian yang lain adalah mutsyabihat. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang pengertian dari ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tersebut. Hal ini dapat dilihat pada bagian II tentang pengertian sekaligus perbedaan antara kedua jenis ayat-ayat tersebut yang terdapat pada tulisan ini.
Kalau ayat-ayat muhkamat sudah jelas maknanya lalu bagaimana dengan ayat-ayat mutasyabihat? Apakah bisa diketahui maknanya atau hanya Allah saja yang mengetahui maknanya? Kalau hanya Allah yang mengetahui maknanya lalu bagaimana dengan fungsi al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia? Bukankah al-Qur'an hanya bisa dijadikan petunjuk kalau ia dipahami maknannya secara keseluruhan?
                Ayat-ayat muhkamat merupakan isi pokok al-Qur'an sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas. Adapun ayat-ayat mutasyabihat ia merupakan ayat-ayat yang masih samar-samar pengertiannya sehingga perlu hati-hati dalam memaknainya. Walaupun ada juga ulama yang menyerahkan sepenuhnya pengertian ayat-ayat mutasyabihat ini kepada Allah swt.
                Perbedaan para ulama tentang maksud ayat-ayat mutasyabihat berawal dari penafsiran huruf wawu pada kata وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ. Apakah huruf ini wawu isti'naf/ wawu ibtida' (permulaan) atau wawu 'ataf (bersambung). Bagi yang berpendapat bahwa wawu ini merupakan wawu isti'naf/ ibtida' berarti ia menyerahkan makna ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah swt semata, sedangkan ulama yang berpendapat bahwa wawu ini adalah wawu 'ataf berarti ayat-ayat mutasyabihat bisa juga diketahui maknanya oleh orang-orang yang mendalam ilmunya.[2]
               


II. Pengertian
                Kata "muhkamat" merupakan bentuk jamak dari kata "muhkam". Kata ini berasal kata "ihkam" yang berarti 'kekukuhan', 'kesempurnaan', 'keseksamaan', dan 'pencegahan'. Adapun kata "mutasyabihat" merupakan bentuk dari kata "mutasyabih". Kata ini berasal dari kata "tasyabuh" yang berarti 'keserupaan', 'kesamaan' yang biasanya membawa membawa kepada kesamaan antara dua hal. "Tasyabaha" dan "isytabaha" berarti 'dua hal yang masing-masing  menyerupai dengan yang lainnya'.[3]
                As-Suyuti mengemukakan 13 perbedaan antara ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, yaitu[4]
1. Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang dapat diketahui artinya atau maknanya, baik melalui takwil maupun tidak, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak dapat diketahui artinya atau maknanya. Arti ayat-ayat ini hanya diketahui oleh Allah swt. seperti ayat-ayat tentang terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, dan fawatih as-suwar.
2.  Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas maknanya, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak jelas maknanya.
3. Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang tidak memunculkan sisi arti yang lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat mempunyai kemungkinan arti yang lain.
4. Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang maknanya dipahami oleh akal seperti bilangan rakaat shalat, kekhususan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat tidak dapat dipahami oleh akal. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Mawardi.
5. Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang berdiri sendiri dalam pemaknaannya, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat bergantung dengan ayat lain.
6. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa penakwilan, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat memerlukan penakwilan agar diketahui maksudnya.
7. Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang lafaznya tidak berulang-ulang, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat sebaliknya.
8.  Ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang berbicara tentang kefardhuan, ancaman, dan janji, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
9. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas ra. mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang menghapus (nasikh), pembahasannya meliputi halal-haram, ketentuan-ketentuan hudud, kefardhuan, dan hal-hal yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat merupakan ayat-ayat yang dihapus (mansukh), yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan, sumpah, dan yang harus diimani tetapi tidak harus diamalkan.
10. Abd bin Hamid meriwayatkan dari adh-Dhahhak yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat merupakan ayat yang tidak dihapus, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat merupakan ayat yang dihapus.
11. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan bahwa ayat-ayat mutasyabihat  adalah seperti alif lam mim ra', alif lam ra'.
12. Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa Ikrimah, Qatadah, dan yang lainnya mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
Dari semua perbedaan yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa poin yang sebenarnya hampir sama pengertiannya. Misalnya,  poin pertama bisa digabung menjadi satu dengan poin kedua karena dianggap mempunyai uraian yang hampir sama. Poin pertama dijelaskan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang dapat diketahui artinya atau maknanya, baik melalui takwil maupun tidak, sedangkan poin kedua menjelaskan bahwa ayat-ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang sudah jelas maknanya. Hal ini berarti kedua poin di atas hampir sama atau dianggap sama.
Demikian pula dengan poin kedua dan poin keempat, kedua poin ini dianggap sama pengertiannya atau dianggap hampir sama. Pada poin kedua dikatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas maknanya, sedangkan pada poin keempat dijelaskan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang dipahami oleh akal. Bukankah ayat-ayat yang jelas maknanya mudah dipahami oleh akal? Demikian pula sebaliknya, ayat-ayat yang mudah dipahami oleh akal berarti ayat-ayat tersebut jelas maknanya. Ayat-ayat mutasyabihat juga demikian pada kedua poin ini. Di sini dijelaskan bahwa ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak jelas maknanya. Hal ini berarti sulit dipahami oleh akal sebagaimana dikemukakan pada poin keempat.
Poin kedua dengan poin keenam juga bisa dianggap mempunyai arti yang hampir sama. Pada poin kedua dijelaskan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas maknanya. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat tersebut segera dapat diketahui maknanya tanpa penakwilan yang terdapat pada poin keenam. Demikian pula sebaliknya. Ayat-ayat mutasyabihat pada poin kedua dijelaskan bahwa ia tidak jelas maknanya. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat tersebut memerlukan penakwilan agar diketahui maksudnya (poin keenam). Demikian pula beberapa poin lainnya yang dianggap masih mempunyai kemiripan.
Oleh karena itu, beberapa penulis selain as-Suyuti hanya mengemukakan secara ringkas tentang perbedaan ayat-ayat muhkamat dengan ayat-ayat mutasyabihat. Manna Khalil al-Qattan, misalnya, hanya mengemukan tiga hal terpenting perbedaan kedua macam ayat-ayat al-Qur'an tersebut. Ketiga macam perbedaan itu adalah pertama, ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang hanya Allah yang mengetahui artinya. Kedua, ayat-ayat muhakamat adalah ayat-ayat yang mengandung satu wajah, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung banyak wajah. Ketiga, ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang dapat diketahui secara langsung, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang memerlukan penjelasan dari ayat-ayat lain.[5]
Subhi as-Salih menjelaskan muhkamat dan mutasyabihat lebih sederhana lagi. Muhkamat menurutnya adalah ayat-ayat yang jelas maknanya serta lafaznya, dan cepat dipahami, sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang "tidak jelas", masih bersifat global, memerlukan takwil, dan sukar dipahami.[6]

III. Beberapa Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
A. Beberapa Ayat Muhkamat
                Di sini dikemukakan lima contoh ayat-ayat muhkamat dan aspek-aspek ke-muhkamah-annya.
1.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah (berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. al-Baqarah [2]: 282).
       
2. وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. al-Baqarah [2]: 283)
3. وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik [wanita-wanita yang suci, akil balig, dan muslimah] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (Q.S. an-Nur [24]: 4)
4. وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah], maka (kawinilah) seorang saja [Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (Q.S. an-Nisa' [4]: 3).
5. وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (Q.S. an-Nisa' [4]: 12)

B. Beberapa Ayat Mutasyabihat
1. الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy" (Q.S. Thaha [20]: 5)
2. وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفً
"Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris." (Q.S. al-Fajr [89]: 22)
3.إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah [Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.] Tangan Allah di atas tangan mereka [Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. Hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.], maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Q.S. al-Fath [48]: 10).
4.    وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (Q.S. al-Qashash: 88).
5.    Semua fawatih as-suwar atau biasa juga disebut al-huruf al-muqatta'ah seperti alif lam mim, alif lam ra', ha mim, taha, ya sin, nun, dll.

IV. Penutup
                Demikianlah penjelasan tentang ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Bagi orang-orang yang awam bisa saja semua ayat-ayat al-Qur'an itu mutasyabihat baginya karena ketidaktahuan seluruh makna-makna ayat disebabkan jauhnya mereka dari al-Qur'an. Oleh karena itu, agar al-Qur'an menjadi muhkamat bagi kita, dalam arti jelas maknanya, maka marilah kita senantiasa mengkajinya. Hanya dengan senantiasa mengkajinya kita akan memahami maknanya sesuai kemampuan kita masing-masing. Dengan demikian, al-Qur'an akan menjadi petunjuk bagi kita.

Daftar Pustaka
al-Hasni, Muhammad bin Alawi al-Maliki. Mutiara Ilmu-ilmu al-Qur'an: Intisari Kitab al-Itqan fi Ulum al-Qur'an as-Suyuti, terj. Rosihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia, 1999

al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Qur'an, terj. Mudzakir. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1998

Program Holy Qur'an Viewer 2.8

Program al-Qur'an Digital

Rahman, Samson. "Memahami al-Muhkam dan al-Mutashabih", dalam al-Insan, Vol. 1. No. 1. Januari 2005

Subhi as-Shalih. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur'an, t.pent. Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.

Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur'an. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994




[1]Semua kutipan ayat al-Qur'an pada tulisan ini dicopy-paste dari program Holy Qur'an Viewer 2.8 sedangkan terjemahannya dicopy-paste dari program al-Qur'an Digital.
[2]Lihat penjelasan yang lengkap pada Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur'an, terj. Mudzakir (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1998), hlm. 307-308.
[3]Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur'an (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 81.
[4]Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasni, Mutiara Ilmu-ilmu al-Qur'an: Intisari Kitab al-Itqan fi Ulum al-Qur'an as-Suyuti, terj. Rosihan Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 145-146. buku ini paling lengkap menjelaskan makna atau perbedaan antara muhkamat dengan mutasyabihat. Beberapa penulis masalah ini juga merujuk kepada as-Suyuti. Di antara penulis yang merujuk as-Suyuti adalah Ramli Abdul Wahid, op.cit., hlm. 83-85, Samson Rahman, "Memahami al-Muhkam dan al-Mutashabih", dalam al-Insan, Vol. 1, No. 1, Januari 2005, hlm. 41-42.
[5]Manna Khalil al-Qattan, op.cit., hlm. 305-306.
[6]Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur'an, t.pent. (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.), hlm. 372.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar