PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

Dinar-Dirham Sebagai Mata Uang Negara-negara Islam



I.       Pendahuluan
Sesungguhnya, ide untuk menjadikan dinar emas sebagai mata uang bersama negara Islam yang digunakan sebagai alternatif alat pembayaran dalam transaksi perdagangan, telah diajukan dalam persidangan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Oktober 2003 lalu. Ide tersebut dilontarkan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr Mahathir Mohamad. Usulan tersebut kembali menggema pada Konferensi ke-12 mata uang ASEAN di Jakarta pada 19 September 2005. Kali ini penggagasnya adalah Menteri Negara BUMN, Sugiharto. Beliau menilai bahwa dengan kondisi keuangan yang diliputi oleh ancaman inflasi setiap saat dan serangan spekulan yang unpredicted, maka penggunaan dinar-dirham perlu menjadi pertimbangan kita semua (Republika, 21 September 2005).
Kebutuhan akan adanya dinar emas dan dirham perak sebagai alat tukar perdagangan sesama negara Islam agaknya sudah sangat mendesak. Apakah dinar dan dirham itu sebenarnya? Bagaimana sejarah pemakaiannya sebagai mata uang? Bagaimana penentuan standar mata uang dalam Islam? Bagaimana mekanisme penerapan dinar dan dirham? Dan apa keuntungan dan kekuranga sistem uang emas dan perak?

II.    Pengertian
Paling tidak ada 4 kata kunci yang akan dijelaskan pada bagian ini, yaitu uang, dinar, dirham, dan negara Islam.
Uang adalah alat penukar atau alat standar mengukur nilai yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah di setiap negara, berupa uang kertas dan logam yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. (Sigit Winarno dan Sujana Ismaya, 2003: 314).
  Menurut Taqyuddin an-Nabhani (1996:297), uang didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang dan tenaga. Uang merupakan standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Misalkan, harga adalah standar untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk manusia, yang masing-masing merupakan masyarakat terhadap nilai barang dan tenaga orang. Sementara promis, saham dan sejenisnya tidak bisa disebut sebagai uang.
Beberapa ahli ekonomi mengemukakan tentang pengertian uang sebagai berikut (www.google.com),
1.      Roberson dalam bukunya money mendefinisikan uang sebagai 'segala sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang'.
2.      R.S. Sayers dalam bukunya modern banking mendefinisikan uang sebagai 'segala sesuatu yang umum diterima  sebagai pembayaran utang'.
3.      A.C. Pigou dalam bukunya the veil of money mendefinisikan uang sebagai 'segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar'.
4.      Rolling G. Thomas dalam bukunya our modern banking and monetary system mendefinisikan uang sebagai 'segala seuatu yang siap sedia dan pada umumnya diterima dalam pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa, dan untuk membayar utang.
Adapun dinar merupakan nama mata uang dalam bentuk koin emas, sedangkan dirham adalah nama mata uang dalam bentuk koin perak.[1]
Adapun negara-negara Islam yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah negara-negara yang menjadikan Islam sebagai aturan dalam menjalankan pemerintahannya dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam walaupun tidak  menjadikan Islam sebagai aturan resmi dalam bernegara atau dalam menjalankan pemerintahannya seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia.
III.  Sejarah Penggunaan Emas dan Perak sebagai Mata Uang
Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh paleiothic man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai barbarous relic (JM Keynes via Handi Risza Idris, 2006).
Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga sekarang.
Saat ini, fakta menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan aktivitas perdagangan internasional, yang terjadi akibat tidak berimbangnya penguasaan mata uang dunia, dan ditandai semakin merajalelanya dolar AS. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai mata uang bersama negara-negara Eropa. Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap kedua mata uang tersebut, terutama dolar AS. Bahkan, dalam transaksi perdagangan international saat ini, dolar AS menguasai hampir 70 persen sebagai alat transaksi dunia (AZM Zahid, 2003).
Dengan didirikannya World Trade Organization (WTO) pada 1 January 1995 sebagai implementasi dari pelaksanaan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan putaran Uruguay, maka liberalisasi perdagangan menjadi konsekuensi yang tidak dapat dielakkan. Tentu saja, semua negara harus siap terlibat dalam skenario global ini, termasuk negara berkembang yang notabene mayoritas Muslim. Pertanyaan besar yang kemudian harus dijawab adalah seberapa besar dampak dan keuntungan yang akan diraih negara-negara Islam dalam pasar internasional. (Handi Risza Idris, 2006)
Ide pemunculan emas sebagi alat transaksi dalam perdagangan internasional ini sesungguhnya merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (dolar AS dan Euro). Selain itu, ide ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk meminimalisasi praktik-praktik spekulasi, ketidakpastian, hutang, dan riba. Terutama yang selama ini terjadi pada aktivitas di pasar uang, di mana hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan uang kertas (fiat money), sehingga menjadi dilema tersendiri bagi negara-negara Islam. (Handi Risza Idris, 2006).
Dengan menggunakan dinar dan dirham, maka kestabilan ekonomi pada suatu negara akan terjamin. Hal ini terjadi karena apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya, bila mereka mengimpor barang, berarti dinar dan dirham diekspor. Jadi, dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived marked dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa. Nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama nilai nominalnya, sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak adanya larangan impor dinar dan dirham berarti penawaran uang elastis; kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas atau perak. Tidak terjadi kelebihan penawaran atau permintaan, sehingga nilai uang stabil. Untuk menjaga kestabilan ini, beberapa hal berikut dilarang,
1.      Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
2.      Penimbunan mata uang (Q.S. at-Taubah: 34-35), sebagaimana dilarangnya penimbunan barang.
3.      Transaksi talaqqi rukhban, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga.
4.      Transaksi kali bi kali, yaitu bukan transaksi tidak tunai. Transaksi tunai diperbolehkan, tetapi transaksi future tanpa ada barangnya dilarang. Transaksi maya ini merupakan salah satu pintu riba. Segala bentuk riba. (Q.S. al-Baqarah: 278). (Adiwarman A. Karim, 2001:29)
Akan tetapi, ada pendapat lain dari Ibnu Khaldun bahwa uang tidak harus mengandung emas dan perak. Yang lebih penting dilakukan adalah menjadikan emas dan perak sebagai standar nilai mata uang, sementara pemerintah menetapkan nilainya secara konsisten. Sebagai contoh, pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp 10.000,-  yang nilainya setara dengan setengah gram emas. Apabila pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp 10.000,- seri baru dan menetapkan nilainya hanya setara dengan seperempat gram emas, uang akan kehilangan makna sebagai standar nilai. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menyarankan harga emas dan perak dijaga agar konstan. Harga-harga lain boleh berfluktuasi, tetapi tidak untuk harga emas dan perak. (Adiwarman A. Karim, 2002: 14).
IV. Islam dan Penentuan Standar Mata Uang
Sejak tahun 1971, dunia secara resmi menggunakan sistem inconvertible money. Dalam sistem mata uang ini, uang secara intrinsik tidak harus bernilai. Setiap negara dapat menetapkan mata uang tertentu untuk diadopsi sebagai mata uangnya, sehingga dimungkinkan ada banyak mata uang di dunia.
Nilai mata uang dalam sistem ini bertumpu pada kepercayaan masyarakat terhadap sebuah negara. Yang dimaksud kepercayaan di sini adalah kemampuan sebuah negara dalam menjamin kecukupan devisa (alat tukar internasional). Ketika sebuah negara memiliki devisa yang memadai, maka negara tersebut mendapat kepercayaan dari masyarakat internasional dan sebaliknya.
Suatu negara dapat menghasilkan devisa kalau negara tersebut melakukan aktivitas ekonomi. Bisa dalam bentuk mengekspor atau dengan berhutang. Ekspor hanya mungkin terjadi kalau negara tersebut mampu menghasilkan barang atau jasa. Sementara hutang terhadap sebuah negara hanya bisa mengucur kalau kreditur memperoleh jaminan bahwa debitur mempunyai kemampuan mengembalikan pinjaman tersebut. Hal ini hanya dimungkinkan ketika negara tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa.
Di saat negara mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dunia atau tidak adanya kejutan-kejutan (shock) ekonomi, inconvertible money tidak terlalu bermasalah. Akan tetapi, ketika kepercayaan  negara menurun, maka mata uang negara tersebut akan mengalami goncangan. Perlu diketahui bahwa terlalu lebar ruang terjadinya penurunan kepercayaan itu. Sekali lagi, kepercayaan di sini adalah kemampuan sebuah negara dalam menyediakan devisa dalam jumlah yang memadai. Hal ini hanya mungkin terjadi ketika negara tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah yang memadai pula.
Jadi, semua peristiwa yang mengancam aktivitas menghasilkan barang dan jasa mempunyai potensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang tertentu. Pembakaran pabrik atau gangguan keamanan terhadap wisman misalnya, mempunyai potensi menurunkan kepercayaan tersebut. Pada gilirannya, permasalahan ini akan menurunkan nilai mata uang negara yang bersangkutan. Imbasnya pada perekonomian lainnya hanya menunggu waktu saja seperti kenaikan inflasi, kekurangan bahan kebutuhan pokok, PHK, dan sebagainya.
Kerawanan yang melekat pada inconvertible money di atas menuntut adanya pencarian alternatif sistem mata uang yang lebih save dari goncangan eksternal. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan memandirikan mata uang tersebut. Hal ini bisa terwujud jika mata uang tersebut mempunyai nilai sendiri (intrinsik), sehingga semua permasalahan, kecuali penghilangan uang, tidak memungkinkan terjadinya fluktuasi pada mata uang itu sendiri.
Islam sendiri telah menentukan emas dan perak sebagai satuan uang tertentu untuk kaum muslimin. Islam tidak menyerahkan kepada masyarakatnya untuk menyatakan perkiraannya terhadap standar kegunaan barang atau tenaga dengan satuan-satuan uang yang tetap atau yang berubah dan bisa ditukar-tukar sesuka hatinya. Akan tetapi, Islam menentukan satuan-satuan yang bisa dinyatakan oleh masyarakat untuk memperkirakan nilai-nilai barang dan tenaga tersebut dengan ketentuan yang baku. Ketentuan ini dipahami dari hal-hal berikut:
Pertama, ketika Islam melarang praktik penimbunan harta (kanzul mal), islam hanya mengkhususkan larangan kanzul mal tersebut untuk emas dan perak padahal harta mencakup semua barang yang bisa menjadi kekayaan seperti kurma dan uang. (Q.S. at-Taubah: 34). Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku dan tidak berubah-ubah. Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas. Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan emas dan perak sebagai uang, dan beliau menjadikan emas dan perak sajalah sebagai standar uang. Standar barang dan tenaga (jasa) akan dikembalikan. Dengan standar emas dan perak inilah semua bentuk transaksi dilangsungkan. Standar uang emas dan perak[2] ini dinamakan uqiyyah, dirham, daniq, qirath, mitsqal, dan dinar. Satu uqiyyah sama dengan 40 dirham, 1 dirham sama dengan 6 daniq, 1 dinar sama dengan 20 qirath. Tiap 10 dirham sama dengan 7 mistqal. Keempat, Ketika zakat uang diwajibkan, maka zakat uang tersebut adalah emas dan perak. Kemudian ditentukan nishab zakat tersebut dengan nishab emas dan perak. Kelima, hukum-hukum tentang pertukaran mata uang (money changer) yang terjadi dalam transaksi uang, hanya dilakukan dengan emas dan perak. Taqyuddin an-Nabhani (1996:298-300).
V.    Mekanisme Penerapan Dinar dan Dirham
Penggunaan emas sebagai alat transaksi perdagangan internasional dapat dilakukan melalui perjanjian pembayaran bilateral (bilateral payment arrangement) maupun perjanjian pembayaran multilateral (multilateral payment arrangement). Perjanjian pembayaran produk yang diperdagangkan akan melalui tahapan dan mekanisme yang melibatkan bank umum, bank sentral, dan custodian emas (penyimpan emas). (Handi Risza Idris, 2006)
Ada empat tahapan yang dilalui dalam mekanisme transaksi perdagangan tersebut. Pertama, adanya perjanjian dagang antara importir dan eksportir yang berada di dua negara yang berbeda, dengan kejelasan kondisi barang dan jumlah barang yang akan ditransaksikan. Tentu saja, sesuai dengan syariat Islam, akad yang terjadi harus bebas dari unsur-unsur gharar, maysir, dan riba. (Handi Risza Idris, 2006)
Kedua, setelah melakukan perjanjian dagang, kemudian pihak importir akan mengeluarkan letter of credit (LC) untuk melakukan pembayaran melalui bank yang sudah ditunjuknya. Selanjutnya, pihak eksportir akan menerima letter of credit (LC) dari bank tersebut. Ketiga, pihak bank yang ditunjuk oleh importir akan segera melakukan pembayaran kepada bank sentral dengan menggunakan mata uang lokal yang kemudian akan mengakumulasikan transaksi kedua negara dengan standar emas hingga masa kliring. (Handi Risza Idris, 2006)
Keempat, setelah masa kliring selesai, bank sentral negara importir akan mentransfer emas senilai dengan transaksi perdagangan kedua negara kepada pihak custodian emas yang telah ditunjuk, untuk selanjutya diserahkan kepada bank sentral negara eksportir. Bank sentral negara eksportir ini selanjutnya akan melakukan pembayaran dalam mata uang lokal kepada bank yang telah ditunjuk oleh eksportir. Kemudian bank tersebut akan menyerahkannya kepada pihak eksportir. (Handi Risza Idris, 2006)
Mekanisme di atas jelas memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan mata uang asing lainnya. Kedua negara tidak akan mengalami fluktuasi nilai mata uang, yang seringkali menjadi hambatan dalam transaksi perdagangan. Bahkan, telah banyak fakta yang menunjukkan bahwa fluktuasi mata uang dapat mengakibatkan kehancuran perekonomian sebuah negara. Dengan mekanisme tersebut pula, stabilitas perekonomian akan lebih mudah dicapai, mengingat nilai emas yang relatif lebih stabil, sehingga diharapkan, volume perdagangan antarnegara Islam dapat berkembang. Di sinilah dituntut peran OKI dan Islamic Development Bank (IDB) untuk dapat merumuskan konsep yang lebih matang terhadap gagasan ini. Keuntungan secara politis akan dirasakan oleh negara-negara Islam, karena nilai tawar yang dimilikinya terhadap Barat dan kekuatan lainnya menjadi semakin tinggi. Meskipun demikian, harus diakui bahwa mekanisme tersebut juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan pertama, ketersedian emas yang tidak merata di antara negara-negara Islam, sehingga dapat menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan. (Handi Risza Idris, 2006)
Kelemahan kedua, masih tingginya ketergantungan dunia Islam terhadap produk yang dihasilkan oleh negara-negara non-Muslim (baca: Barat), terutama terhadap produk-produk industri dengan teknologi tinggi. Kelemahan ketiga, nilai transaksi perdagangan yang masih sangat kecil sesama anggota OKI, yang menyebabkan signifikansi emas menjadi tidak terlalu substantif. Untuk itu, komitmen dan kesungguhan para pemimpin dunia Islam beserta pemerintahannya sangat dibutuhkan. Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, sudah sepantasnya jika Indonesia diharapkan dapat memainkan peran yang lebih aktif, konstruktif, dan produktif. Indonesia memiliki peluang untuk mendorong terealisasinya blok perdagangan OKI, meskipun tantangan dan hambatannya tidak sedikit, terutama dari negara-negara Barat melalui kaki tangan mereka (IMF dan Bank Dunia). (Handi Risza Idris, 2006)
VI. Keuntungan dan Kekuranga sistem Uang Emas dan Perak
Terdapat banyak keuntungan yang didapatkan ketika emas (dan perak) menjadi sistem alat tukar atau uang. Manfaat tersebut adalah, (Taqyuddin an-Nabhani, 1996:304),
1.      sistem uang emas (dan perak) akan mengakibatkan kebebasan pertukaran emas, mengimpor dan mengekspornya, yaitu masalah yang menentukan peranan kekuatan uang, kekayaan dan perekonomian. Dalam kondisi semacam ini, aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena adanya tekanan luar negeri, sehingga bisa mempengaruhi harga-harga barang dan gaji para pekerja.
2.      sistem uang emas (dan perak), juga berarti tetapnya kurs pertukaran mata uang antarnegara.
3.      dalam sistem uang emas (dan perak), bank-bank pusat dan pemerintah, tidak mungkin memperluas peredaran kertas uang, karena secara umum kertas uang tersebut bisa ditukarkan menjadi emas (dan perak) dengan harga tertentu.
4.      setiap mata uang yang diumumkan di dunia selalu dibatasi dengan standar tertentu berupa emas (dan perak).
5.      setiap negara akan menjaga kekayaan emas (dan perak)nya, sehingga tidak akan terjadi pelarian emas (dan perak) dari satu negara ke negara lain.
Adapun kekurangan atau kesulitan yang dihadapi dengan penggunaan emas (dan perak) ini adalah, Taqyuddin an-Nabhani (1996:306),
1.      bahwa emas (dan perak) telah memusat di negara-negara yang memiliki kemampuan dan kekuatan produksi. Serta negara yang kemampuannya untuk bersaing dalam perdagangan internasional, atau keunggulannya dalam bidang penemu, intelektual, dan teknokratnya terus meningkat.
2.      emas (dan perak) telah menjadi devisa beberapa negara sebagai akibat dari neraca keuangannya.
3.      tersebarnya sistem uang emas (dan perak) tersebut telah dibarengi dengan konsep pengistimewaan di antara beberapa negara, dalam beberapa aspek produksi yang berbeda, serta tidak adanya hambatan-hambatan dalam perdagangan di antara negara-negara tersebut.
VII.          Kesimpulan
Setelah semua paparan di atas dikemukakan, maka dapatlah diketahui bahwa dinar merupakan nama mata uang dalam bentuk koin emas, sedangkan dirham adalah nama mata uang dalam bentuk koin perak.
Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi
Ide pemunculan emas sebagi alat transaksi dalam perdagangan internasional ini sesungguhnya merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (dolar AS dan Euro).
Dengan menggunakan dinar dan dirham, maka kestabilan ekonomi pada suatu negara akan terjamin.
Islam menentukan satuan-satuan yang bisa dinyatakan oleh masyarakat untuk memperkirakan nilai-nilai barang dan tenaga tersebut dengan ketentuan yang baku. Pertama, ketika Islam melarang praktik penimbunan harta (kanzul mal). Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku dan tidak berubah-ubah. Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan emas dan perak sebagai uang, dan beliau menjadikan emas dan perak sajalah sebagai standar uang. Standar barang dan tenaga (jasa) akan dikembalikan. Keempat, Ketika zakat uang diwajibkan, maka zakat uang tersebut adalah emas dan perak. Kelima, hukum-hukum tentang pertukaran mata uang (money changer) yang terjadi dalam transaksi uang, hanya dilakukan dengan emas dan perak
Ada empat tahapan yang dilalui dalam mekanisme transaksi perdagangan tersebut. Pertama, adanya perjanjian dagang antara importir dan eksportir yang berada di dua negara yang berbeda, dengan kejelasan kondisi barang dan jumlah barang yang akan ditransaksikan. Kedua, setelah melakukan perjanjian dagang, kemudian pihak importir akan mengeluarkan letter of credit (LC) untuk melakukan pembayaran melalui bank yang sudah ditunjuknya. Ketiga, pihak bank yang ditunjuk oleh importir akan segera melakukan pembayaran kepada bank sentral.  Keempat, setelah masa kliring selesai, bank sentral negara importir akan  mentransfer emas.
Terdapat banyak keuntungan yang didapatkan ketika emas (dan perak) menjadi sistem alat tukar atau uang. Manfaat tersebut adalah sistem uang emas (dan perak) akan mengakibatkan kebebasan pertukaran emas, mengimpor dan mengekspornya; sistem uang emas (dan perak), juga berarti tetapnya kurs pertukaran mata uang antarnegara; dalam sistem uang emas (dan perak), bank-bank pusat dan pemerintah, tidak mungkin memperluas peredaran kertas uang; setiap mata uang yang diumumkan di dunia selalu dibatasi dengan standar tertentu berupa emas (dan perak); setiap negara akan menjaga kekayaan emas (dan perak)nya.
Daftar Pustaka
Direktorat Perbankan Syari'ah Bank Indonesia & P3EI-UII, Texk Book Ekonomi Islam, 2007
Idris, Handi Risza. Menyambut Dinar dan Dirham. Pesantren Vurtual.com., 2006
Karim, Adiwarman A.. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2001
-----. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro. Jakarta: The International Institut of Islamic Though (IIIT), 2002
An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sisten Ekonomi Alternatif, terj. Moh. Maghfur Wachid, 1996
Republika, 21 September 2005
Winarno, Sigit dan Sujana Ismaya. Kamus Besar Ekonomi. Bandung: Pustaka Grafika, 2003
www.google.com. Uang dan Lembaga Keuangan.




[1]Penjelasan lebih lanjut tentang dinar dan dirham dipaparkan dalam makalah ini.
[2]Dalam buku teks ekonomi Islam dijelaskan bahwa dinar adalah sebuah koin emas dan dirham adalah sebuah koin perak. Bobot dinar sama dengan mistqal atau sama dengan 20 qirat atau 100 grain barley. Bobot dirham tidak seragam. Kemudian Umar r.a. menetapkan bahwa dirham perak 14 qirat atau 70 grain barley. Jadi, rasio antara satu dirham dan satu misqal adalah tujuh per sepuluh. (Direktorat Perbankan Syari'ah Bank Indonesia & P3EI-UII, Texk Book Ekonomi Islam, 2007:381).   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar