PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Senin, 21 Maret 2011

TINJAUAN YURIDIS EMPIRIS BMT SUKSES DAN BMT BERAMASALAH (Studi Komparasi BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul)

 Oleh Muhammad Rais (09.235.536)
I.    Latar Belakang Masalah
            Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) mulai lahir sejak tahun 1995, setelah Bank Muamalat Indonesia (BMI), bank sesuai syariah pertama di Indonesia berdiri. Kelahirannya diprakarsai oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan BMI. Sebenarnya, BMT sudah mulai ada di Indonesia sejak tahun 1992 yang diprakarsai oleh Aries Mufti, dengan mendirikan BMT Bina Insan Kamil di Jalan Pramuka Jakarta Pusat. Dengan demikian, embrio BMT telah ada sejak 1992, tetapi belum berkembang. BMT semakin berkembang setelah ICMI, BMI dan MUI menginisiasi Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK).
            Dalam beberapa tahun terakhir ini, BMT mengalami perkembangan yang sangat pesat. Informasi yang disampaikan oleh Dewan Pembina Asosiasi BMT se Indonesia (Absindo) Yogyakarta menunjukkan sejak tahun 1995 sampai dengan 2006 telah terbentuk lebih dari 3500 BMT di Indonesia.  Adapun di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 89 BMT.[1]
            Informasi lain dari Neni Sri Imaniyati mengungkapkan bahwa pada tahun 2000, BMT terdaftar sebanyak 2.938 di 26 provinsi. Dari jumlah itu, 637 (21,68%) di Jawa Barat, 600 (20,42%) di Jawa Timur, 513 (17,46%) di Jawa Tengah, dan 165 (5,61%) di DKI Jakarta. Pada bulan Juni 2006 menurut Direktur Eksekutif Pinbuk, Aslichan Burhan, jumlah BMT di Indonesia mencapai 3.200 BMT dengan aset Rp 2 triliun.[2]
            Perkembangan BMT yang pesat ini kemungkinan terjadi karena tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa intermediasi keuangan, tetapi di sisi lain akses ke dunia perbankan yang lebih formal relatif sulit. BMT memberikan solusi bagi masyarakat untuk mendapatkan dana dengan mudah dan cepat, terhindar dari jerat rentenir, dan mengacu pada prinsip syariah. Akan tetapi, terdapat pula BMT yang hanya sebagai kedok penipuan yang perlu diwaspadai masyarakat.[3]
            Salah satu kasus yang terjadi, Lembaga Ombudsman Swasta Yogyakarta (LOS) telah menerima pengaduan tentang BMT. Pengaduan ini bukan dilakukan oleh nasabah, tetapi berasal dari pegawai BMT yang mengalami kesulitan karena pengurusnya (pemilik) telah melarikan diri dengan membawa uang nasabah. BMT ini berhasil menghimpun dana dari kira-kira 20.000 nasabah dengan akumulasi dana kira-kira Rp 12 miliar. Contoh di atas hanya menggambarkan satu pengaduan yang diterima LOS. Investigasi yang dilakukan LOS menemukan fakta setidaknya terdapat 5 BMT yang saat ini bermasalah dan berpotensi merugikan masyarakat.[4]
            Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang BMT-BMT ini. Penelitian difokuskan pada aspek yuridis dan empiris dua BMT yang berada di Yogyakata. Setelah dilakukan observasi, ditentukan dua BMT dengan kategori BMT sukses yang diwakili oleh BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan kategori BMT bangkrut yang diwakili oleh BMT “al-Ummah”. di Kabupaten Bantul.
            Pemilihan BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta sebagai BMT sukses didasarkan pada besarnya aset yang dimilki, banyaknya nasabah dan cabang. Berdasarkan informasi dari Intaningrum dari Harian Jogja menyebutkan bahwa BMT Bina Dhuafa Beringharjo telah memiliki 11 cabang yang tersebar di Yogyakarta, Bandung, Semarang dan Jawa Timur dengan total mitra sebanyak 18.000. Adapun mitra terbanyak berada di Yogyakarta dengan jumlah mitra sekitar 12.000. Sampai pertengahan Desember 2010, perkembangan aset BMT Bina Dhuafa Beringharjo mencapai Rp49,5 miliar.[5]
            Adapun pemilihan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul sebagai BMT bermasalah didasarkan pada observasi di lapangan bahwa BMT “al-Ummah” adalah salah satu BMT yang bangkrut di Kabupaten Bantul. Alasan pemilihan BMT ini sebagai objek penelitian karena kemudahan dalam pengambilan data. Terdapat beberapa informan yang siap memberikan data terhadap BMT “al-Ummah” ini. Adapun BMT bermasalah yang tidak dipilih karena sulitnya mendapatkan data-data BMT tersebut. Bahkan, di depan tempat tinggal penulis terdapat sebuah BMT yang bermasalah atau bangkrut, tetapi tidak dijadikan objek penelitian karena kurangnya informasi tentang siapa saja pengurus BMT tersebut, di mana karyawannya sekarang, dan lain-lain. Padahal, dari segi lokasi sangat mudah dijangkau.
            Dalam rangka menjaga kerahasiaan BMT “al-Ummah” sebagai BMT bermasalah, penamaan dalam penelitian ini disamarkan. Dengan demikian, nama BMT “al-Ummah” merupaka nama rekaan atau bukan nama sebenarnya.
           
II. Rumusan Masalah
                    Berdasarkan latar belatang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Sleman?
2.      Bagaimana aspek empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul?
3.      Apakah ada relasi antara aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan kesuksesan yang diraihnya dan aspek yuridis BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul dengan kebangkrutan yang dialaminya?

III. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
A.    Tujuan Penelitian
              Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis tentang:
1.   aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
2.   aspek empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
3.   relasi antara aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan kesuksesan yang diraihnya dan aspek yuridis BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul dengan permasalahan yang dialaminya.
B.     Kegunaan (Kontribusi) Penelitian
              Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.      Bagi para praktisi lembaga keuangan syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang konstruktif tentang aspek yuridis empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul.
2.      Bagi para nasabah, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan tentang aspek yuridis empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul.
3.      Bagi para akademisi dan peneliti, diharapkan penelitian ini menjadi bahan acuan atau sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang melakukan penelitian pada bidang kajian yang sama.
4.      Bagi ilmu hukum bisnis syariah, diharapkan penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran untuk pengembangan keilmuan.

IV. Telaah Pustaka
            Banyak buku-buku yang membahas tentang BMT. Di antara buku-buku tersebut adalah “PAS (Pedoman Akuntansi Syariat) Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)” yang ditulis oleh Hertanto Widodo dkk.. Buku ini lebih banyak membahas masalah akuntansi atau manajemen keuangan pada BMT.[6]
            M. Amin Aziz menulis artikel tentang “Prospek BMT Berbadan Hukum Koperasi”. Dalam tulisan ini, M. Amin Aziz lebih menguatkan asumsi awalnya, sesuai dengan judul artikelnya, bahwa BMT dengan berbadan hukum koperasi mempunyai prospek yang baik.[7] Hal ini tidak terlepas dari sifat subjektik M. Amin Aziz sebagai mantan direktur utama Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) Pusat dan kemudian menjabat sebagai Direktur Utama Induk koperasi Syari’ah BMT (INKOPSYAH-BMT).
            Tidak berbeda jauh dengan M. Amin Aziz, Sidik Prawiranegara juga menulis artikel yang mirip dengan artikel sebelumnya yang ditulis M. Amin Aziz. Adapun judul artikel Sidik Prawiranegara adalah “Prospekkah BMT Berbadan Hukum Koperasi?” Dalam artikel ini, Sidik Prawiranegara lebih menekankan pada hubungan BMT dan koperasi.[8]
            Kedua artikel di atas, berbeda dengan penelitian ini. Artikel di atas lebih bersifat deskriptif tentang BMT dan badan hukumnya yang berbentuk koperasi dan juga hal-hal yang bersifat teknis tentang alur pendirian BMT, sedangkan penelitian ini menganalisis aspek yuridis empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
            Selanjutnya, buku berjudul“Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah: Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi” yang ditulis oleh Makhalul Ilmi.[9]
            Dalam buku tersebut, Makhalul Ilmi menjelaskan kesenjangan antara teori dan praktek yang terjadi di BMT. Secara teori, BMT mengadopsi prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya, tetapi secara pragmatis masih banyak kekurangan dalam implementasinya.
            Beberapa kekurangan yang ditemukan oleh Makhalul Ilmi di antaranya adalah pertama, banyak BMT di Indonesia yang secara de facto tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah, sedangkan kemampuan analisa fiqh sebagian besar pengelola masih memprihatinkan. Kedua, masih banyak pengelola BMT yang berorientasi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya (profit-oriented), yang mengabaikan misi sosial.  Padahal misi ini seharusnya mendapatkan proporsi yang sama. Ketiga, BMT tidak memiliki produk hukum yang secara legal-formal menaungi seluruh aktivitasnya sebagaimana terdapat pada dunia perbankan. Hal ini berdampak pada penyimpangan manajemen dan operasional BMT, termasuk penyimpangan dalam penerapan prinsip syariahnya.[10]
            Karya selanjutanya adalah “Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)” yang ditulis oleh Muhammad Ridwan.[11] Buku ini lebih banyak mengemukakan BMT secara teoritis ideal tanpa melakukan kritik terhadapnya. Bahkan, ketika penulis buku ini mengemukakan asas dan landasan BMT, ia tidak merujuk kepada tulisan manapun. Berikut kutipan Muhammad Ridwan tentang asas dan landasan BMT:
      BMT berasaskan pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syar’iah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.
      Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal….[12]

            Pendapat Muhammad Ridwan di atas tidak sepenuhnya salah, tetapi penjelasannya dianggap belum komprehensif membahas aspek yuridis atau legalitas BMT dan terkesan subjektif, serta tidak melakukan kritik sama sekali terhadap masalah yuridis BMT ini. Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan kajian yang lebih mendalam tentang aspek yuridis dan empiris BMT, lebih khusus lagi kepada aspek yuridis empiris kedua BMT yang menjadi objek penelitian.
            M. Akhyar Adnan juga melakukan penelitian tentang BMT. Adapun judul penelitiannya adalah “Lembaga Keuangan Islam: Problem, Tantangannya dan Peluang dalam Era Reformasi” dalam Muhammad (ed.), Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman.[13]
            Dalam buku tersebut, M. Akhyar Adnan mengatakan,
      Gerakan BMT di Indonesia pada dasarnya merupakan perpanjangan tangan dari gerakan perbankan Islam. Kendala Yuridis formal yang meliputi  pertumbuhan perbankan Islam di tanah air dalam bentuk bank umum dan bank perkreditan rakyat memunculkan respon positif di kalangan masyarakat untuk mengembangkan lembaga keuangan informal dalam bentuk Bait al-Mal wa at-Tamwil (BMT).[14]

            Penelitian lain yang berkaitan dengan BMT adalah penelitian Nur Said dengam judul “Kedudukan BMT dalam Tata Hukum Perbankan di Indonesia dan Tantangannya ke Depan”.[15] Dalam penelitian ini, Nur Said mengemukakan bahwa,
      Kedudukan BMT dalam tata hukum perbankan di Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek kelembagaan dan aspek regulasi.
Pertama: aspek kelembagaan. BMT merupakan bagian dari lembaga keuangan bank, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam fungsinya yang demikian, BMT berkedudukan sebagai Bank Sekunder, yaitu bank yang hanya bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit yang biasanya beroperasi di daerah pedesaan, seperti halnya Bank Perkreditan Rakyat.
Kedua, aspek regulasi. Saat ini regulasi yang mengatur aspek perbankan baik konvensional maupun perbankan syariah adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam UU tersebut, hanya terdapat dua bentuk bank Islam yang diakui, yaitu dalam bentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Syariah (BPRS).[16]

            Selanjutnya, Nur Said mengemukakan bahwa terdapat tiga level bank. Level pertama, bank umum (general commercial banks) yang dipresentasikan dengan BUS. Level kedua, bank pedesaan (rural banks) yang dipresentasikan dengan BPRS. Level ketiga, bank sub-pedesaan (sub-rural financial institutions) yang dipresentasikan oleh BMT.[17]
            Dari uraian di atas, tampak bahwa M. Akhyar Adnan dan Nur Said berusaha memberikan argumen bahwa BMT sebenarnya adalah sebuah bank dalam lingkup yang kecil. Akan tetapi, dalam UU perbankan, BMT tidak diakomodasi sebagai bank.
            Dari sini akan diteliti lebih jauh tentang BMT ini ditinjau dari aspek yuridisnya dan bagaimana faktanya di lapangan. Nur Said tidak banyak membicarakan masalah ini dalam tesisnya. Di sinilah perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian Nur Said.
            Semua referensi di atas jelas berbeda dengan penelitian penulis. Akan tetapi, referensi yang mempunyai kedekatan dalam pembahasan penelitian ini akan dijadikan sebagai rujukan utama.

V.    Kerangka Teoritik
              Dasar hukum BMT digunakan saat ini adalah koperasi. Artinya, keberadaan BMT tunduk pada Undang-undang Perkoperasian. Apabila BMT menyatakan dirinya berbentuk koperasi simpan pinjam (KSP), maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai koperasi, seperti Anggaran Dasar, keanggotaan, dan perangkat organisasi. Pada umumnya semua BMT dengan bentuk koperasi sudah memenuhi persyaratan dalam hal Anggaran Dasar ini, karena hal ini menjadi aspek normatif bagi Dinas Koperasi ketika akan menerbitkan landasan hukum. 
              BMT dengan bentuk kelembagaan koperasi juga harus memenuhi persyaratan dalam perangkat organisasi yang meliputi Rapat Anggota, Pengawasan, dan Pengurus. Dalam kenyataannya tidak semua BMT yang menyatakan diri sebagai koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota secara rutin. Bahkan yang menyelenggarakannya pun tidak mendudukkan Rapat Anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pada umumnya pemegang kekuasaan tertinggi ada di tangan pengurus atau ada pada pemilik modal mayoritas. Kondisi ini berpotensi memunculkan penyalahgunaan dana anggota oleh pengurus, karena lemahnya kontrol dari anggota.
              Banyak kalangan menilai bahwa BMT sangat lemah ditinjau dari aspek yuridisnya. Ia menundukkan diri pada Undang-undang perkoperasian, tetapi dalam operasionalnya ia melakukan kegiatan perbankan. Sebagian BMT yang seharusnya sudah merubah diri menjadi BPRS karena dari segi permodalan sudah memenuhi syarat, tetapi tetap saja beoperasi sebagai BMT di bawah payung hukum perkoperasian. Hal ini dilakukan karena syarat-syarat untuk menjalankan kegiatan bisnis syariah di bawah Undang-undang perkoperasian lebih mudah jika dibandingkan dengan lembaga perbankan.
              Keberadaan BMT, ditinjau dari aspek yuridis, mempunyai dampak positif dan negatif. Dari sisi positif, dengan payung hukum Undang-undang perkoperasian lebih memudahkan para pengelola BMT untuk menjalankan kegiatan bisnisnya. Selain itu, ia sangat mudah didirikan karena hanya memerlukan modal yang kecil dengan persyaratan sumber daya manusia (SDM) yang tidak begitu ketat jika dibandingkan dengan lembaga perbankan. Hal ini pulalah yang menyebabkan banyak BMT yang tumbuh subur. Seiring dengan berjalannya waktu, pengelola pun semakin berpengalaman dalam menjalankan roda bisnisnya. Bagi pengelola BMT yang belajar dari pengalaman tersebut, ia pun tumbuh menjadi BMT yang maju dan sukses.
              Dari sisi negatifnya, dengan payung hukum Undang-undang perkoperasian tersebut, sangat mudah timbulnya penipuan terhadap nasabah dari pihak pengelola. Banyak nasabah yang tidak mengetahui tingkat kesehatan BMT, kemudian mempercayakan tabungan atau menanamkan investasinya di BMT tersebut, akhirnya uangnya dibawa lari oleh pengelola karena BMT tersebut bangkrut atau pendirian BMT itu memang hanya kedok untuk penipuan.
              Berdasarkan asumsi-asumsi dasar ini, penulis menggunakan tinjauan yuridis empiris dalam meneliti BMT yang sukses dan yang bangkrut tersebut. Penelitian difokuskan pada aspek yuridisnya karena pendirian suatu lembaga, apalagi BMT yang merupakan lembaga keuangan, sangat penting untuk diketahui secara mendalam. Dari aspek yuridis ini, kemudian, lebih jauh dilihat aspek empirisnya. Melihat lebih dekat pada kasus yang terjadi di lapangan. Apakah sudah ada kesesuaian antara aspek yuridis dengan aspek empirisnya? Apakah aspek yuridis ini sangat berpengaruh kepada kesuksesan dan kebangkrutan suatu BMT.

VI. Metode Penelitian
A.    Jenis Penelitian            
                    Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilaksanakan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap objek tertentu yang membutuhkan suatu analisa komprehensif dan menyeluruh.[18]

B.     Sifat Penelitian
               Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitik,[19] yaitu penelitian yang menggambarkan, menguraikan dan menganalisa data secara jelas tentang aspek yuridis empiris BMT sukses dan BMT bangkrut studi komparasi Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
C.    Pendekatan Penelitian
               Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu melakukan pendekatan masalah normatif, ideal, sesuai dengan konsep yang seharusnya. Pendekatan ini melihat segala sesuatu itu baik apabila sesuai dengan norma atauran yang berlaku, dan dianggap buruk apabila menyimpang dari norma atau aturan yang sebenarnya.
               Dalam penelitian ini, akan dikemukakan aspek yuridis empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
D.    Sumber Data
1.   Data Primer
                     Data primer penelitian ini berasal dari BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul.


2.   Data Sekunder
                     Adapun data sekunder penelitian ini adalah semua tulisan dalam bentuk buku, jurnal, artikel, dan informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
E.     Teknik Pengumpulan Data
1.   Observasi
                    Observasi adalah pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam observasi ini, peneliti membuat pengamatan dan mengidentifikasi bidang apa yang akan menjadi obyek penelitiannya.[20] Observasi ini terbagi dua macam, yaitu 1) observasi langsung[21] dan 2) observasi tidak langsung.[22]
                    Kaitannya dengan penelitian ini, dilakukan pengamatan langsung terhadap BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul.
2.      Wawancara
                  Untuk mendapatkan data yang diinginkan, digunakan teknik wawancara dialogis. Yang dimaksudkan dengan wawancara dialogis adalah peneliti tidak hanya melihat pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan, tetapi wawancara difokuskan pada dialog antara dua orang antara peneliti dan informan.
              Alasan penggunaan metode ini adalah untuk menggali informasi yang lebih banyak dan mendalam yang berpotensi berkembang di tengah-tengah dialog yang tidak terdapat dalam daftar pertanyaan wawancara yang disiapkan sebelumnya.
              Kaitannya dengan penelitian ini, akan dipilih beberapa informan yang berasal dari internal BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul yang dianggap paling mengetahui aspek yuridis empiris BMT yang diteliti.
3.      Dokumentasi
              Dokumentasi adalah metode yang bertujuan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya.[23]
              Penggunaan metode dokumentasi pada penelitian ini adalah dicari berbagai informasi dalam bentuk dokumen, seperti disebutkan di atas, tentang BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “Al-Ummah” Kabupaten Bantul.
F.     Teknik Analisis Data
               Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis hasil-hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun selama penelitian. Kegiatan analisis dilakukan dengan menelaah data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan makna dari objek penelitian dan dilaporkan secara sistematik.[24]
               Menurut Sanapiah Faizal, analisis data terdiri atas tiga arus kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data (menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data); penyajian data (menemukan pola-pola hubungan yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan); dan, penarikan kesimpulan atau verifikasi (membuat pola makna tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi).[25]
               Dalam penelitian ini, proses analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data dan setelah pengumpulan data. Hasil wawancara dengan para informan dan hasil observasi dicatat tersendiri dan diberi identitas tertentu untuk mempermudah klasifikasi data dan pelacakan ulang. Data yang memiliki kesamaan atau kedekatan tertentu, dirangkum dan diberi tema atau klasifikasi tertentu sesuai dengan relevansi penelitian.
               Adapun proses analisis dan interpretasi data, selain dilakukan pemaknaan yang lebih mendalam dan luas terhadap data, dibuat juga hubungan kausalitas antara satu data dengan data yang lain.                        
VII.          Sistematika Pembahasan
               Penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
Bab I, pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini memberikan gambaran yang menjadi latar belakang “kegelisahan akademik” seorang peneliti. Bagaimana ia merumuskan “kegelisahannya” tersebut? Berapa banyak kajian pustaka yang telah ditelaah yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi? Apa kerangka teoritik yang dipakai? Bagaimana metode yang dipakai dalam penelitiannya? Bagaimana ia memaparkan alur pemikirannya dalam penelitian tersebut yang dituangkan dalam sistematika penelitian?
               Bab II, berisi tentang Gambaran Umum BMT. Pembahasan dimulai dari pengertian, kemudian visi dan misi BMT, asas dan landasan BMT, struktur organisasi BMT, dan sistem operasional BMT. Bagian ini diperlukan untuk mengetahui secara umum tentang BMT sebelum lebih jauh meninjau tentang kedua BMT yang menjadi objek penelitian ini.
               Bab III, dikemukakan tentang BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Sleman. Hal ini perlu untuk dipaparkan agar didapatkan gambaran tentang profil dari kedua BMT yang diteliti. Bab ini dibagi menjadi dua subbab, yaitu 1) Deskripsi tentang BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta; dan, 2) Deskripsi tentang BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
               Bab IV, komparasi aspek yuridis empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul. Bab ini terdiri dari tiga subbab yang dirancang untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun ketiga subbab tersebut adalah 1) aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul; 2) aspek empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul; dan, 3) relasi antara aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan kesuksesan yang diraihnya dan aspek yuridis BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul dengan permasalahan yang dialaminya.
               Bab V, Penutup, yang di dalamnya berisi kesimpulan dan saran-saran.

VIII.       Daftar Isi Sementara
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
2.      Rumusan Masalah
3.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
4.      Telaah Pustaka
5.      Kerangka Teoritik
6.      Metode Penelitian
7.      Sistematika Pembahasan
B.     Gambaran Umum Tentang BMT
1.      Pengertian
2.      Visi dan Misi BMT
3.      Asas dan landasan BMT
4.      Struktur Organisasi BMT
5.      Sistem Operasional BMT
C.     Deskripsi tentang BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul
1.      Deskripsi tentang BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta.
2.      Deskripsi tentang BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul.
D.    Komparasi Aspek Yuridis Empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul
1.      Aspek Yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul
2.      Aspek Empiris BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dan BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul
3.      Relasi antara Aspek yuridis BMT Bina Dhuafa Beringharjo Kota Yogyakarta dengan Kesuksesan yang Diraihnya dan Aspek Yuridis BMT “al-Ummah” Kabupaten Bantul dengan Kebangkrutan yang Dialaminya.
E.     Penutup
1.      Kesimpulan
2.      Saran
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Adnan, M. Akhyar, “Lembaga Keuangan Islam: Problem, Tantangannya dan Peluang dalam Era Reformasi” dalam Muhammad (ed.), Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman,  Yogyakarta: Ekononisia, 2004

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998

Aziz, M. Amin, “Prospek BMT Berbadan Hukum Koperasi”, dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah: Perjalanan Gagasan dan Gerakana BMT di Indonesia (Baitul Mal wa Tamwil), Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), 2000

Bogdan, Robert C. and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education, Boston, Allyn and Bacon, Inc., 1982

Faizal, Sanapiah, “Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif”, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003

Haryani, Sri,Menunggu Ketentuan Hukum BMT”, sumber: http://bprs-bds.co.id/content/view/57/3/ akses 23-12-2010

Ilmi, Makhalul, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah: Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi, Yogyakarta: UII Press, 2002

Imaniyati, Neni Sri, “Penguatan Hukum BMT”, sumber: http://softwarebmt.wordpress.com/2008/07/12/penguatan-hukum-bmt/. Akses 3-01-2011

Intaningrum, “BMT Beringharjo Rayakan Milad Ke-16”, dalam Harian Jogja, Kamis, 23 Desember, 2010. http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBisnis/20224/bmt-beringharjo-rayakan-milad-ke-16view.html. Akses 5-02-2011

Kontjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1985

Nazir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981
Prawinegara, Sidik , “Prospekkah BMT Berbadan Hukum Koperasi?”, dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah: Perjalanan Gagasan dan Gerakana BMT di Indonesia (Baitul Mal wa Tamwil), Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), 2000

Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, 2004

Said, Nur, “Kedudukan BMT dalam Tata Hukum Perbankan di Indonesia dan Tantangannya ke Depan”, Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005, t.d.
Sukada, A. Adi, Metoda Observasi, dalam Dimensi Metodologis Dalam Penelitian Sosial, Surabaya: Usaha Nasional, 1992

Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: BPFE, 1999

Widodo,  Hertanto, dkk.,  PAS (Pedoman Akuntansi Syariat) Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Bandung; Mizan, 1999





                [1]Sri Haryani,  Menunggu Ketentuan Hukum BMT” , h. 1, sumber: http://bprs-bds.co.id/content/view/57/3/ akses 23-12-2010.
                [2]Neni Sri Imaniyati, Penguatan Hukum BMT, h. 1, sumber: http://softwarebmt.wordpress.com/2008/07/12/penguatan-hukum-bmt/ . Akses 3-01-2011.
                [3]Sri Haryani, ibid.
                [4]Ibid.
                [5]Intaningrum, “BMT Beringharjo Rayakan Milad Ke-16”, dalam Harian Jogja, Kamis, 23 Desember, 2010. http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBisnis/20224/bmt-beringharjo-rayakan-milad-ke-16view.html. Akses 5-02-2011.
                [6]Hertanto Widodo dkk.,  PAS (Pedoman Akuntansi Syariat) Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), (Bandung; Mizan, 1999).
                [7]Lihat M. Amin Aziz, “Prospek BMT Berbadan Hukum Koperasi”, dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah: Perjalanan Gagasan dan Gerakana BMT di Indonesia (Baitul Mal wa Tamwil) (Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), 2000), h. 198.
                [8]Sidik Prawinegara, “Prospekkah BMT Berbadan Hukum Koperasi?”, dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah: Perjalanan Gagasan dan Gerakana BMT di Indonesia (Baitul Mal wa Tamwil) (Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), 2000).
                [9]Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah: Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Yogyakarta: UII Press, 2002).
                [10]Ibid., h. 77-78.
                [11]Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004).
                [12]Ibid., h. 129.
                [13]M. Akhyar Adnan, “Lembaga Keuangan Islam: Problem, Tantangannya dan Peluang dalam Era Reformasi” dalam Muhammad (ed.), Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman,  (Yogyakarta: Ekononisia, 2004).
                [14]Ibid., h. 91.
                [15]Nur Said, “Kedudukan BMT dalam Tata Hukum Perbankan di Indonesia dan Tantangannya ke Depan”, Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005, t.d.
                [16]Idem., h. 107.
                [17]Idem., h. 108.
[18]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 11
                [19]Lihat  Kontjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1985), h. 19  dan Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 63.
                [20] Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta: BPFE, 1999), h. 9.
[21]Observasi langsung yaitu si peneliti secara langsung mengamati apa yang ingin diperoleh sebagai data.
                [22]Observasi tidak langsung yaitu si peneliti menggunakan dokumentasi visual seperti foto, slides, film, video-tape, dll.. Lihat  Sukada, A. Adi, Metoda Observasi, dalam Dimensi Metodologis Dalam Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 127.
                [23]Suharsimi Arikunto, ibid., h. 202.
                [24]Robert C. Bogdan and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education, (Boston, Allyn and Bacon, Inc., 1982), h. 145.
                [25]Sanapiah Faizal, “Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif”, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 69.

3 komentar:

  1. Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto,telp :(0321)321922,326991,329669.sms:085648280307

    BalasHapus
  2. BMT al ummah alamatnya dimana ya?????

    BalasHapus
  3. bagaimana dengan bmt yang banyak hutangnya,,sampai melebihi jmlh tabungan para anggotanya? apakah masih bisa disebut sehat?

    BalasHapus