PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

TINJAUAN TERHADAP KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

Oleh Muhammad Rais 
 
Tinjauan Terhadap Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

I.       Pendahuluan
            Ekonomi dan bisnis syariah terus berkembang pesat, baik di tingkat lokal (Indonesia) maupun di tingkat Internasional. Seiring dengan perkembangan yang pesat tersebut, timbul berbagai sengketa dalam bidang ekonomi dan bisnis syariah. Dii Indonesia, penyelesaian sengketa ekonomi dan bisnis syariah ini melalui jalur litigasi (Peradilan Agama) dan non-litigasi (Badan Arbitrasi Syariah Nasional/Basyarnas). Wadahnya sudah ada, sehingga perlu dibuat materi hukumnya untuk menjadi pijakan bagi para hakim di Peradilan Agama dalam memutuskan perkara. Dengan maksud tersebut, lahirlah Kompilasi Hukum Ekonomi syariah (selanjutnya disebut KHES).
            Makalah ini memaparkan lebih jauh tentang KHES, mulai dari pengertian dan penjelasan istilah, review tentang KHES, upaya pengembangan materil Peradilan Agama tentang hukum ekonomi syariah, dan kritik terhadap KHES.

II.    Pengertian dan Penjelasan Istilah
            Kata kompilasi berasal dari kata compile yang artinya menyusun, mengumpulkan, dan menghimpun (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1992: 132). Kata bendanya adalah compilation yang artinya penyusunan, pengumpulan, dan penghimpunan.
            Kata hukum yang dikenal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti aturan (rule), putusan (judgement) atau ketetapan (provision) (Munir Baalbaki dan Rohi Baalbaki, 2006:305). Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, hukum diartikan “menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya” (HA Hafizh Dasuki, 1997:571). Adapun Elizabeth A. Martin (ed.) (1997:259) mengemukakan bahwa hukum adalah “the enforceable body of rules that govern any society or one of the rules making up the body of law, such as Act of Parliament”.
            Adapun sistem hukum ekonomi syariah mencakup cara dan pelaksanaan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah. hal itu biasa disebut sistem hukum ekonomi Islam. Ilmu ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi kerakyatan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Zainuddin Ali,2009:12).
            Ekonomi syariah dijelaskan dalam KHES, Buku I, Bab I, Pasal 1 bahwa ekonomi syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersil dan tidak komersil menurut prinsip syariah.
            Dengan demikian, KHES adalah penyusunan atau pengumpulan atau penghimpunan berbagai aturan, putusan atau ketetapan yang berkaitan dengan ekonomi syariah.

III.  Review tentang KHES
            KHES diterbitkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (perma) Nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Perma ini dikeluarkan dengan prioritas untuk kalangan Hakim pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (PA). yang memeriksa, mengadili, menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi Syariah. KHES ini sudah mengalami penyesuaian-penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan syariah yang ada (Suyud Margono, dll.,2009:xii).
            Adapun redaksi perma yang dimaksud di atas adalah,
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH
Pasal 1
1)      Hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan agama yang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah, mempergunakan sebagai pedoman prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
2)      Mempergunakan sebagai pedoman prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak mengurangi tanggung jawab hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar .

            Pada pasal 1 ayat (2) di atas, terdapat kalimat “…tidak mengurangi tanggung jawab hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar” menunjukkan bahwa masih terbuka peluang bagi hakim untuk keluar dari KHES jika diperlukan untuk itu, demi memenuhi rasa keadilan dan kebenaran.
            Adapun sistematika KHES terdiri dari 4 buku yang terdiri dari 796 pasal dengan perincian sebagai berikut;
Buku I              : membahas tentang Subjek Hukum dan Harta (amwal) yang terdiri atas 3 bab dengan 19 pasal.
Buku II           : membahas tentang Akad, yang terdiri atas 29 bab, 655 pasal.
Buku III           : membahas tentang Zakat dan Hibah, yang terdiri atas 4 bab dengan 60 pasal.
Buku IV           : membahas tentang Akuntasi syariah, yang terdiri atas 7 bab dengan 62 pasal.
            Dalam buku 1 yang terdiri dari 3 bab ini menerangkan tentang subjek hukum. Pada bab I, mengatur tentang ketentuan umum. Bab II, menjelaskan tentang kecakapan subjek hukum yang dapat atau tidak dapat melakukan perbuatan hukum, dan ketentuan dalam perwalian, yang dalam perwalian tersebut terjadi akibat dari orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.. Pada bab III, mengatur tentang amwal atau kebendaan yang di dalamnya dibahas tentang asas kepemilikan, cara memperoleh, dan sifat kepemilikan dari amwal tersebut.
            Buku II terdiri atas 29 bab. Buku ini mengatur tentang akad yang berkaitan dengan kesepakatan dalam mengadakan suatu perjanjian. Pada bab I, mengatur tentang ketentuan umum dan bab II mengatur tentang asas-asas dari akad tersebut.
            Pada buku III, bagian I, mengatur tentang rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan akad. Pada bagian II, dijelaskan tentang hal yang termasuk kategori hukum akad itu. Bagian III menerangkan aib kesepakatan atau sahnya akad kesepakatan dalam suatu perjanjian. Bagian IV menerangkan pihak yang dianggap melakukan ingkar janji dan sanksinya. Bagian V menerangkan tentang keadaan memaksa dalam suatu akad. Bagian VI menerangkan tentang risiko yang dipikul oleh para pihak dalam akad. Bagian VII menjelaskan tentang akibat akad terhadap para pihak. Bagian VIII menerangkan tentang penafsiran dari redaksi akad tersebut.
            Bab IV, bagian I, menerangkan unsur ba’i yang secara umum disebut jual beli. Bagian II menjelaskan tentang kesepakatan penjual dan pembeli. Bagian III menjelaskan tempat dan syarat pelaksanaan ba’i. Bagian IV menjelaskan tentang ba’i dengan syarat khusus. Bagian V menjelaskan tentang berakhirnya akad ba’i. Bagian VI menjelaskan objek akad. Bagian VII menjelaskan tentang hak harga dan barang setelah akad ba’i. Bagian VIII menjelaskan tentang serah terima pada ba’i.
            Bab V membahas tentang akibat ba’i, ba’i salam, ba’i istishna’, ba’i yang dilakukan oleh orang yang menderita sakit, ba’i al-wafa’ ba’i al-murabahah, dan konversi akad murabahah.
            Bab VI membahas tentang akad syirkah. Bab ini menjelaskan tentang ketentuan umum syirkah, syirkah al-amwal, syirkah ‘abdan, syirkah mufawwadah, syirkah ‘inan, dan syirkah musytarakah.
            Bab VII membahas tentang muzara’ah dan musaqah. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun dan syarat muzara’ah dan musaqah.
            Bab IX membahas tentang khiyar. Dalam bab ini dijelaskan tentang khiyar syarth, khiyar naqd, khiyar ru’yah, khiyar ‘aib, dan khiyar ghabn dan taghrib.
            Bab X membahas tentang ijarah. Dalam bab ini dijelaskan tentang  rukun ijarah, syarat pelaksanaan, penyelesaian ijarah, uang ijarah dan cara pembayarannya. Di dalam bab ini dijelaskan juga tentang penggunaan objek ijarah, pemeliharaan objek ijarah, tanggung jawab kerusakan, nilai jangka waktu dari kerusakan tersebut. Bab ini juga menjelaskan tentang harga berdasarkan satuan waktu, jenis barang yang diijarahkan, pengembalian objek ijarah. Selanjutnya dijelaskan tentang ijarah muntahiyah bi al-tamlik dan sunduq hifzin ida atau safe deposit box.
            Bab XI membahas tentang kafalah. Di dalam bab ini dijelaskan tentang  rukun, syarat kafalah, kafalah mutlaqah, kafalah muqayyadah, kafalah atas diri dan harta, kemudian diatur tentang pembebasan dari akad kafalah.
            Bab XII membahas tentang hawalah atau pengalihan utang. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun, syarat, dan akibat dari hawalah.
            Bab XIII membahas tentang rahn atau gadai. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun, syarat rahn, penambahan, pembagian harta rahn, pembatalan akad rahn, rahn harta pinjaman, hak dan kewajiban dalam rahn, baik hak rahin maupun hak murtahin. Dalam bab ini juga dijelaskan tentang penyimpanan dan penjualan harta rahn.
            Bab XIV membahas tentang wadiah. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun, syarat, macam-macam akad wadiah. Dalam bab ini juga dijelaskan tentang penyimpanan, pemeliharaan, dan pengembalian wadiah.
            Bab XV membahas tentang gasb dan itlab. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun  dan syarat gasb, perampasan benda tetap, merampas harta rampasan, dan perusakan harta secara langsung maupun tidak langsung.
            Bab XVI membahas tentang syirkah milk. Dalam bab ini dijelaskan tentang pemanfaatan syirkah milk, hak atas piutang bersama, pemisahan hak milik bersama, syarat-syarat dan cara pemisahan.
            Bab XVII membahas tentang wakalah. Dalam bab ini dijelaskan tentang rukun, syarat, macam-macam dan ketentuan umum wakalah. Di dalamnya diterangkan juga tentang pemberian kuasa kepada pembeli, penjual dan gugatan, serta pencabutan kuasa.
            Bab XVIII membahas tentang sulh atau perdamaian, mulai dari ketentuan umum, penggantian objek, dan gugatan sulh.
            Bab XIX membahas tentang pelepasan hak. Bab XX membahas tentang ta’min atau asuransi. Bab XXI membahas tentang obligasi syariah mudarabah. Bab XXII membahas tentang pasar modal.
            Bab XXIII membahas tentang reksadana syariah mulai dari mekanisme kegiatan, hubungan, hak dan kewajiban. Di dalam bab ini juga dijelaskan tentang pemilihan,pelaksanaan, penentuan, dan pembagian investasi.
            Bab XXIV membahas tentang Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) Syariah. Bab XXV menjelaskan tentang macam-macam obligasi syariah. Bab XXVI menjelaskan tentang pembiayaan multijasa dengan menggunakan  ijarah dan kafalah. Bab XXVII membahas tentang ketentuan umum qard dan sumber dananya.
            Bab XXVIII membahas tentang pembiayaan rekening koran syariah. Bab XXIX membahas tentang dana pensiun syariah, mulai dari jenis, status hukum, pembentukan, tata cara pengesahan, kepengurusan, dan iuran dana pensiun syariah. Bab ini juga menjelaskan tentang hak peserta, kekayaan, pengelolaan, pembubaran, penyelesaian, lembaga keuangan syariah, pembinaan dan pengawasan dana pensiun syariah.
            Buku III membahas tentang Zakat dan Hibah. Bab I menjelaskan tentang ketentuan umum. Bab II tentang ketentuan umum zakat. Bab III membahas tentang harta yang wajib dizakati. Bab IV membahas tentang hibah, mulai dari rukun dan penerimaannya, persyaratan akad hibah, menarik kembali hibah, dan hibah orang yang sedang sakit keras.
            Buku IV membahas tentang Akuntasi Syariah. Bab I membahas tentang cakupan akuntasi syariah. Bab II membahas tentang akuntansi piutang. Bab III membahas tentang akuntansi pembiaayaan. Bab IV membahas tentang akuntansi kewajiban. Bab V membahas tentang akuntansi investasi tidak terkait. Bab VI membahas tentang akuntansi equitas, dan bab VII membahas tentang akuntansi ZIS dan qard.

IV. Upaya Pengembangan Materil Peradilan Agama tentang Hukum Ekonomi Syariah
Kekuasaan peradilan agama menurut Undang-undang no. 7 tahun 1989 adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan Islam; c. wakaf dan shodaqoh (vide Pasal 49 ayat (1)) (Ramdlon Naning,2008:29).
Dalam perkembangan berikutnya, Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 tahun 1989 tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut UUD 1945, sehingga terbitlah UUD No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Ramdlon Naning,2008:29).
Dalam pasal 49 Undang-undang no. 3 tahun 2006 ini disebutkan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang: a.  perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shodaqoh; dan i. ekonomi syariah (Ramdlon Naning,2008:29).
Pada bagian terakhir disebutkan ekonomi syariah. Artinya, lebih luas dari hanya sekedar menangani perbankan syariah. Adapun maksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” diperluas pengertiannya termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai ketentuan pasal ini (Ramdlon Naning,2008:30).
Pengertian “ekonomi syariah” diperluas dan dirinci sebagai perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi: a. bank syariah; b. asuransi syariah; c. reasuransi syariah; d. reksadana syariah; e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f. sekuritas syariah; g. pembiayaan syariah; h. pegadaian syariah; i. dana pensiun lembaga keuangan syariah; j. bisnis syariah; k. lembaga keuangan mikro syariah (Ramdlon Naning,2008:30).
Dengan penegasan dan perluasan kewenangan Peradilan Agama ini, dapat memberikan dasar hukum untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang disebutkan di atas. Akan tetapi, penegasan dan perluasan kewenangan ini Peradilan Agama ini harus disertai dengan upaya pengembangan materil tentang hukum ekonomi syariah. KHES lahir untuk memenuhi upaya tersebut.
Selain itu, KHES dilahirkan dalam upaya menyamakan dasar pijakan para hakim dalam memberikan keputusan hukum dalam ekonomi syariah.

V.    Kritik terhadap KHES
            Abdul Mughits (2008:12)  melontarkan kritik bahwa kata syariah pada KHES seharusnya diganti dengan Islam karena istilah syariat lebih diartikan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat asasi, tetap dan lebih luas cakupannya. sementara penggunaan istilah hukum ekonomi syariah atau perbankan syariah tidak dapat menjamin terwujudnya nilai-nilai syar’i yang bersifat tetap karena semuanya adalah hasil pemikiran manusia.
            Kritik yang dilontarkan Abdul Mughits tersebut ada benarnya, tetapi menurut hemat penulis penggunaan kata syariah dalam KHES dan penggunaannya dalam istilah bank syariah bukannya tidak disadari oleh para pembuatnya. Para inisiator istilah-istilah tersebut adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Mereka punya alasan tersendiri untuk penggunaan istilah syariah daripada istilah Islam. Sebagai contoh, penggunaan istilah syariah untuk perbankan syariah dilatarbelakangi oleh kondisi waktu itu yang sebagian umat Islam sendiri, tertutama yang masih “abangan”, masih phobia dengan istilah Islam. Apablagi di luar Islam, mereka ketakutan akan penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya salah satu bank syariah yang pertama kali muncul, yaitu Bank Muamalat Indonesia, tidak menggunakan kata Islam atau syariah, tetapi menggunakan kata muamalat agar diterima secara luas di masyarakat. Walaupun demikian, terjemahan bank syariah ke bahasa Inggris tetap menggunakan Islamic Bank, di tingkat dunia dikenal Islamic Development Bank (IDB) bukan Syariah Development Bank (SDB). Dalam bahasa Arab kata bank syariah menggunakan “al-masraf al-islami atau al-bank al-islami” bukan al-masraf al-syar’i atau al-bank al-syar’i. Jadi, secara substansial, pemakain istilah tersebut sudah sesuai dengan pemikiran Abdul Mughits. Kasus ini hampir sama dengan penolakan Imam Syafi’i terhadap pemakaian istihsan, tetapi secara substansial, Imam Syafi’i menggunakan istihsan.
            Adapun KHES menggunakan kata syariah daripada kata Islam, menurut hemat penulis, hanya mengikut kepada istilah bank syariah yang lebih dahulu muncul. Apalagi semua kegiatan investasi dan lembaga keuangan yang berafiliasi dengan Islam sudah “terlanjur” memakai istilah ini seperti pasar modal syariah, obligasi syariah, reksa dana syariah,  asuransi syariah, dan lain-lain.
            Abdul Mughits (2008:19) juga mengkritik materi KHES dengan mengatakan,
Kaitannya dengan materi fiqh, menurut hemat penulis, dalam Draft KHES ini masih banyak isi yang perlu dikritisi dan disempurnakan..Seperti dalam ketentuan Akad, belum menyebutkan asas-asas pokok dalam hukum akad (perjanjian), yakni asas-asas ibahah, kebebasan berakad, konsensualisme, janji itu mengikat, mengikat, keseimbangan, kemaslahatan, amanah, dan keadilan.

            Kritik yang dikemukan Abdul Mughits di atas bisa menjadi bahan untuk penyempurnaan KHES ke depan. Walaupun kritik Abdul Mughits ini, bukan berasal dari dirinya sendiri, tetapi mengutip Syamsul Anwal, 2007, dalam bukunya Hukum Perjanjian Syariah, sebagaimana diketahui dari footnote pernyataan tersebut, walaupun diawal kritikannya, ia menggunakan kata-kata “menurut hemat penulis” yang seharusnya diganti dengan “menurut Syamsul Anwar, (2007:83-92)”.
            Penulis sepenuhnya sepakat bahwa masih banyak materi KHES yang perlu disempurkan. Apalagi, hal ini adalah walayah muamalah yang terus-menerus berkembang dinamis. Akan tetapi, perlu juga diberi apresiasi atau sambutan yang positif akan lahirnya KHES ini demi merespon perkembangan ekonomi syariah di Indonesia yang begitu cepat. KHES bukanlah kitab suci yang tidak boleh diubah. UUD 1945 saja sudah diamandemen. KHES mengapa tidak. Oleh karena itu, sambil menjalankan hukum sudah ada dan ditetapkan, Para akademisi bisa menyuarakan untuk penyempurnaan materi KHES ini.


VI. Penutup
            Dari berbagai paparan di atas, diketahui tentang pengertian dan penjelasan KHES, bagaimana gambaran umum tentang materi KHES, upaya pengembangan materil Peradilan Agama tentang hukum ekonomi syariah, dan kritik terhadap KHES.
            Saran dan masukan yang konstruktif terhadap KHES diharapkan dapat menjadi pengembangan, perbaikan atau perubahan KHES lebih lanjut.



           












Daftar Pustaka

A.       Martin, Elisabeth (ed.), a Dictionary of Law, New York: Oxford University,               Fourth Edition, 1997

Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Baalbaki, Munir dan Rohi Baalbaki, Kamus al-Maurid: Arab-Inggris-Indonesia, terj. Ahmad Sunarto, Surabaya: Halim Jaya, 2006

Dasuki, HA Hafizh, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1997

Echols, John M., Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1992

Margono, Suyud, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009

Mughits, Abdul, “Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”, dalam al-Mawarid, Edisi XVIII, 2008

Ramdlon Naning , “Penyelesaian Sengketa dalam Islam (Peran Badan Arbitrase  Syariah  Nasional dan Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah”, dalam jurnal Varia Advokat, VI, 2008, h. 29-30

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah






Tidak ada komentar:

Posting Komentar