PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Rabu, 15 September 2010

Pengantar Sejarah al-Qur'an


Pengantar Sejarah al-Qur'an
Oleh Muhammad Rais Ramli

A. Pendahuluan
            Pembahasan tentang sejarah al-Quran sangatlah luas. Oleh karena itu, penulis membatasinya pada 4 hal saja yang berkaitan dengan sejarah al-Quran ini. Keempat sejarah al-Qur'an yang dimaksud itu adalah pertama, sejarah penamaan al-Qur,an. Kedua, sejarah diturunkannya al-Qur'an. Ketiga, sejarah penulisan dan pembukuan al-Qur'an. Keempat, sejarah tanda baca al-Qur'an.

B. Sejarah Penamaan al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat tentang asal-usul dari kata "al-Qur'an". pada umumnya mereka berpendapat bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kataقَرَأ – يَقْرَأُ َ 'membaca', 'mengumpulkan' dan 'menghimpun'; mashdar-nya adalah قِرَاءَةٌ وَ قُرْآنٌ 'menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi'. Makna di atas dapat dilihat pada Q.S. al-Qiyamah (75): 17-18,
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ{17} فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ{18}
"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu). Dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya."
Q.S. al-Waqi'ah (56): 77,
 إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ
"Sesungguhnya al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia"
Q.S. Yasin (36): 69,
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ
"Dan Kami tidak mengajarkan sya'ir kepadanya (Muhammad). Dan bersya'ir itu tidak layak baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan dan bacaan yang terang."[1]
            Ada juga yang mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kata qara-in قَرَائِنُ  yang mufrad-nya adalah قَرِيْنَةٌ  'indikator'. Dinamai demikian karena al-Qur'an secara internal (dalam teksnya) terdapat indikator-indikator (kecendrungan atau tanda) persamaan dan saling membenarkan antara antara satu ayat dengan ayat lainnya.[2]
            Pendapat lain mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kata القرء و القري 'menggabungkan' dan 'kumpulan' atau 'himpunan' atau 'kampung'. Disebut demikian karena al-Qur'an merupakan kumpulan dari berbagai surat dan ayat. Ia menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Antara satu surat dan ayat yang lain saling terkait dan saling memiliki ketergantungan sebagaimana diibaratkan dengan sebuah kampung yang di dalamnya terdiri dari rumah-rumah dan anggota keluarga di dalamnya yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.[3]
            Akan tetapi, ternyata ulama juga berbeda pendapat tentang penamaan al-Qur'an itu. Menurut Imam asy-Syafi'i (150 H – 204 H/ 767 – 820 M), al-Farra' (w. 207 H/ 823 M), dan al-Asy'ari (260 – 324 H/ 873 – 935M) kata al-Qur'an dibaca tanpa hamzah  .{القُرَانُ}[4]
            Adapun ulama yang lain seperti al-Lihyani (w. 215 H/ 831 M) az-Zajjaj (w. 311 H/ 928 M) berpendapat bahwa kata "al-Qur'an" ditulis dan dibaca dengan hamzah {القُرْأنُ}. Az-Zajjaj lebih lanjut mengatakan bahwa kata "Qur'an" sepadan (wazan) dengan فُعْلَانٌ , bagi yang membaca القُرَانُ (tanpa hamzah) semata-mata untuk memudahkan bacaan {لِلتَّخْفِيْفِ}, yaitu dengan mengalihkan harakat fathah pada hamzah kepada ra' yang berharakat sukun.[5]
            Adapun definisi al-Qur'an secara terminologis atau istilah penulis ambilkan dari dua ulama berikut, pertama, Muhammad Ali ash-Shabuni mengatakan bahwa,
القرآن هو كلام الله المعجز المنزل على خاتم الأنبياء والمرسلين بواسطة الأمين جبريل عليه السلام المكتوب في المصاحف المنقول إلينا بالتّواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة الفاتحة المختتم بسورة النّاس.[6]
Kedua, Afif Abdul Fattah Thabbarah mengemukakan definisi al-Qur'an sebagai berikut,
القرآن هو الوحي المنزل من عند الله إلى رسوله محمد بن عبد الله خاتم الأنبياء المنقول منه بالتواتر لفظا ومعنى وهو آخر الكتب السّماويّة نزلا.[7]
C. Sejarah Turunnya al-Qur'an
            Terdapat beberapa pendapat tentang proses turunnya al-Qur'an. Pertama, al-Qur'an diturunkan sekaligus ke al-Lauh al-Mahfuz, sebagaimana Q.S. al-Buruj (85): 21-22,
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ # فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ
"Bahkan (yang didustakan mereka itu) ialah al-Qur'an yang mulia. Yang tersimpan di al-Lauh al-Mahfuzh".
Kedua, al-Qur'an diturunkan dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia. Kemudian, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun sebagaimana Q.S al-baqarah (2): 185,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
"Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)"[8]
            Senada dengan di atas, Al-Zarqani berpendapat bahwa sejarah turunnya al-Qur'an terdiri atas 3 tahap. Tahap pertama, turunnya al-Qur'an ke al-Lauh al-Mahfuzh. Tahap kedua, dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-Izzah. Ketiga, dari Bait al-Izzah kepada Nabi Muhammad saw.[9]
Akan tetapi, kedua pendapat ini ditentang oleh Subhi as-Shalih. Ia mengatakan bahwa turunnya al-Qur'an seperti di atas termasuk hal-hal yang ghaib yang hanya bisa diterima dengan keyakinan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.[10]
            Adapun turunnya al-Qur'an dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Nabi Muhammad saw dibagi ke dalam tiga periode,[11] yaitu pertama, sejak pertama kalinya diturunkan surat al-'alaq:1-5 atau sejak pertama kalinya Beliau saw diangkat menjadi Rasul Allah. Periode ini berlangsung 4-5 tahun.[12]
Setelah turunnya QS 74: 1-2 wahyu yang turun berkisar 3 hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah untuk membentuk kepribadian. Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar tentang sifat-sifat Allah. Ketiga, keterangan tentang dasar-dasar akhlak Islam dan bantahan-bantahan secara umum tentang pandangan hidup masyarakat jahiliyah saat itu.[13]
Periode kedua, 8-9 tahun berikutnya. Pada masa ini terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dengan masyarakat jahiliyah. Pada masa ini ayat-ayat yang turun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban prinsip seorang muslim seperti Q.S. 16: 125. Terdapat juga ayat-ayat tentang kecaman dan ancaman kepada orang-orang musyrik yang berpaling dari kebenaran seperti Q.S. 41:13. Terdapat juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi tentang keesaan Allah dan kepastian datangnya hari kiamat berdasarkan tanda-tandanya seperti Q.S. 36:78-82.[14]
Periode ketiga, pada periode ini kaum muslimin dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan leluasa di Yatsrib yang kemudian disebut al-Madinah an-Nabawiah atau al-Madinah al-Munawwarah. Periode ini berlangsung selama 10 tahun. Pada periode ini timbul berbagai peristiwa dan masalah seperti prinsip-prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat untuk mencapai kebahagiaan? Bagaimana sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl al-Kitab, orang-orang kafir dan lain-lain. Yang semuanya diterangkan dalam al-Qur'an dengan cara yang berbeda-beda. Lihat misalnya, Q.S. 9: 13-14 yang membangkitkan semangat; Q.S. 5: 90-91 yang menerangkan perintah-perintah yang tegas; Q.S. 24: 27 yang menjelaskan tentang adab; Q.S. 3: 139:140 yang membangkitkan semangat kaum muslimin ketika ada 70 korban dari pihak kaum muslimin pada perang Uhud; Q.S. 3: 64 yang mengajak orang-orang munafik, Ahl al-Kitab, dan orang-orang musyrik kepada jalan yang benar.[15]
Mayoritas ulama membagi periode turunnya al-Qur'an ke dalam dua bagian yang dikenal dengan periode Makkah atau Makkiyah dan periode Madinah atau Madaniyah. Periode Makkiyah adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an ketika beliau masih tinggal di Makkah selama 12 tahun 5 bulan dan 13 hari dihitung sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran beliau sampai permulaa  Rabi'ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi saw. periode Madaniyah adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an ketika nabi saw hijrah ke Madinah selama 9 tahun, 9 bulan, dan 9 hari terhjitung sejak permulaan Rabi'ul Awwal tahun 54 dari kelahiran beliau sampai 9 Zulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi saw atau tahun ke-10 Hijrah.[16]

D. Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Qur'an
            Sejarah penulisan al-Qur'an dibagi ke dalam tiga periode. Periode pertama, pada masa Nabi saw, penulisan dilakukan ketika wahyu diturunkan  dengan menyusun urutan ayat-ayat dalam dalam surat-surat tertentu sesuai dengan petunjuk Nabi saw. ayat-ayat al-Qur'an tersebut ditulis secara terpisah-pisah pada kepingan-kepingan, tulang belulang, pelepah kurma, batu-batuan, dan lain-lain. Periode kedua, pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq dengan menyalin kembali tulisan-tulisan al-Qur'an tersebut menjadi sebuah mushaf yang tertib surah-surahnya ditulis menurut urutan turunnya wahyu. Periode ketiga, pada masa Utsman bin Affan.
            1. Penulisan al-Qur'an Pada Masa Nabi Muhammad saw.
            Penulisan al-Qur'an pada masa Nabi saw dilakukan oleh beberapa sahabat di antaranya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'ab, dan Tsabit bin Qais. Mereka langsung ditunjuk oleh Nabi saw untuk penulisan al-Qur'an tersebut. Alat-alat yang digunakan untuk menulis masih sangat sederhana. Demikian pula tempat mereka menuliskan al-Qur'an. Penulisan al-Qur'an dilakukan pada 'usub (pelepah kurma)[17], likhaf (batu tulis warna putih),[18] riqa' (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa dipasang di punggung unta).[19]
            Dalam rangka menjaga keotentikan al-Qur'an, Nabi saw melarang para sahabat menulis selain al-Qur'an. hal itu dapat diketahui dari hadis riwayat Muslim dari Abi Sa'id al-khudri, Rasulullah saw bersabda,
لاَ تكتبوا عني غير القرآن ومن كتب عنّي غير القرآن فليمحه.[20]
            2. Penulisan dan Pengumpulan al-Qur'an Pada Masa Abu Bakar ash-Shiddiq
            Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa penulisan al-Qur'an sudah dimulai pada masa Nabi saw, tetapi masih berserakan di berbagai tempat dan benda-benda lainnya. Ketika Abu bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah, beliau melibatkan banyak sahabat penghafal al-Qur'an untuk memerangi Musailamah al-Kadzdzab. Terjadilah perang Yamamah pada tahun 12 H yang menggugurkan 70 orang sahabat penghafal al-Qur'an bahkan ada yang mengatakan sampai 500 orang sahabat penghafal al-Qur'an.[21] Sebelum perang Yamamah,  telah terjadi suatu peperangan di masa Nabi saw di Sumur Ma'unah dekat kota Madinah yang juga menggugurkan hampir 70 orang sahabat penghafal al-Qur'an.[22]
            Peristiwa di atas menjadikan Umar bin Khattab khawatir akan keberlangsungan al-Qur'an. Ia pun mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan al-Qur'an dalam satu mushaf. Awalnya Abu Bakar ragu terhadap ide Umar ini, tetapi beliau kemudian menerima ide tersebut setelah mempertimbangkan manfaatnya. Abu Bakar pun memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan ayat-ayat al-Qur'an dalam satu mushaf.[23] Zaid pun melakukan tugasnya untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Qur'an yang masih tercecer tersebut pada daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing, dan dari para sahabat yang hafal al-Qur'an.[24]
            Pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah, mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar itu disalin lagi ke dalam lembaran-lembaran (shahifah). Setelah penulisan selesai, naskah tersebut diserahkan kepada istri Rasulullah saw yang bernama Hafshah yang dikenal pandai membaca dan menulis.[25]
            3. Penulisan dan Pembukuan al-Qur'an Pada Masa Ustman bin 'Affan
            Pada masa Usman bin Affan, pemerintahan Islam tersebar luas sampai Armeni dan Azarbaiyan diu sebelah timur sampai Tripoli di sebelah barat. Dengan dewmikian, kaum muslimin tersebar ke Mesir, Syiria, Irak, Persia, dan Afrika.[26]
            Dengan tersebarnya Islam ke luar jazirah Arab, maka muncullah permasalahan yang berkaitan dengan al-Qur'an. kaum muslimin memegang al-Qur'an yang berbeda-beda susunan surat-suratnya. Demikian pula dengan cara membaca, mereka terpengaruh oleh dialek masing-masing suku atau kabilah. Bahkan, tidak jarang terjadi satu kaum meremehkan bacaan orang lain dan merasa bacaannya yang dianggap paling benar sehingga menimbulkan "perang urat saraf" di antara sesama kaum muslimin.
            Ketika Usman bin Affan melihat fenomena ini, ia pun bertekad untuk menyatukan kaum muslimin dengan membentuk tim untuk menghimpun al-Qur'an menjadi satu macam dialek saja dan dengan susunan surat-surat yang sama. Tim tersebut terdiri Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam. Dalam penyusunan mushaf al-Qur'an ini, tim berpedoman pada bacaan  mereka yang hafal al-Qur'an dan mengikuti dialek Suku Quraisy karena al-Qur'an diturunkan menurut dialek suku ini.[27]
            al-Qur'an yang dibukukan ini dinamakan al-Mushaf. Ada lima buah yang ditulis. Empat buah dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah, dan Kufah supaya di tempat-tempat itu mushaf-mushaf tersebut diperbanyak lagi. Usman sendiri menyimpan satu mushaf di Madinah dan dinamakan Mushaf al-Imam. Seluruh tulisan-tulisan al-Qur'an yang ditulis sebelum pembukuan ini diperintahkan untuk dibakar.[28]
            Adapun manfaat yang didapatkan dengan "terbitnya" Mushaf Ustmani ini adalah, pertama, kaum  muslimin bersatu dengan satu mushaf yang seragam ejaan dan tulisannya; kedua, kaum muslimin bersatu dalam keseragaman bacaan, walaupun masih ada sedikit perbedaan, tetapi tetap tidak keluar dari Mushaf Usmani; ketiga, susunan surat-surat al-Qur'an menjadi seragam sebagaimana tertib urutannya seperti sekarang ini.[29]

E. Sejarah Tanda Baca al-Qur'an.
            Buku-buku acuan yang membahas masalah ini masih sangat sedikit. Di antara buku-buku tersebut adalah Seni kaligrafi Islam oleh D sirajuddin AR dan Kaligrafi Islam oleh Yasin Hamid Safadi.
            Kalau diperhatikan al-Qur'an cetakan Saudi Arabia, maka akan terlihat tulisan-tulisan yang sangat indah dan jelas. Tulisan-tulisan al-Qur'an itu sebenarnya hasil "evolusi" dari tulisan-tulisan al-Qur'an yang dulunya sangat sederhana. Pada zaman Nabi Muhammad saw, tulisan-tulisan al-Qur'an itu belum diberi tanda baca, baik berupa harakat maupun tanda-tanda titik.
            Pada saat Usman bin Affan membukukan al-Qur'an dan mengirimkannya ke berbagai daerah seperti Kufah, basrah, Masdinah, dll, tulisan-tulisan al-Qur'a, itupun belum juga dilengkapi dengan syakal-syakal dan tanda-tanda titik. Hal ini berlangsung sekitar 40 tahun lamanya.[30]
            Setelah al-Qur'an sudah tersebar luas ke luar jazirah Arab seiring dengan berkembangnya Islam saat itu, maka muncullah persoalan berupa terjadinya kesalahan baca al-Qur'an dari orang-orang Muslim non-Arab yang memang tidak tahu bahasa Arab. Beberapa contoh kesalahan baca tersebut adalah,
1. Pembacaan kata "warasulihi" oleh orang badui yang seharusnya dibaca "warasuluhu",
إِنَّ اللهَ بَرِئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik"
            Apabila dibaca warasulihi maka artinya "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya". Kalimat ini tentu mustahil terjadi karena tidak mungkin Allah berlepas diri kepada Rasul-Nya.[31]
2. Pembacaan "al-ulama-a" yang seharusnya dibaca "al-ulama-u" seperti di bawah ini,
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعَلَمَاءُ
"Tiada lain yang takut kepada Allah hanyalah sebagian dari hamba-hamba-Nya yang ulama". Kalimat inilah yang benar. Apabila dibaca "al-ulama-a" maka artinya menjadi "tiada lain hanya Allahlah yang takut kepada ulama dari sebagian hamba-hamba-Nya".[32] Kalimat inipun mustahil terjadi karena Allah tidak mungkin takut kepada hamba-hamba-Nya walaupun ia seorang ulama.
            Dari latar belakang itulah, kemudian Abu al-Aswad ad-Du'aly (w. 69 H/ 688 M) menempatkan titik berwarna merah sebagai syakal. Tanda fathah ditandai dengan satu titik di atas huruf. Tanda kasrah ditandai dengan satu titik di bawah huruf. Tanda dammah ditandai dengan satu titik di sebelah kiri huruf. Tanda tanwin ditandai dengan dua titik pada huruf-huruf tersebut.[33]
            Rumus di atas disempurnakan kemudian oleh Nashr ibn 'Ashim (w. 707 M) dan Yahya ibn Ya'mur (w. 708 M). keduanya adalah murid ad-Du'aly. Mereka memberi tanda garis sudut-menyudut di atas atau di bawah huruf untuk membedakan huruf-huruf yang sama tulisannya tetapi beda cara pengucapannya. Sebagai contoh huruf "ba", "ta", dan "sa", ketiganya mempunyai tulisan yang sama. Untuk membedakannya, huruf "ba" diberi satu garis diagonal di bawahnya "    ". Huruf "ta" diberi dua garis diagonal di atas huruf "     ". Huruf "sa" diberi tiga garis diagonal di atasnya  "       ".[34]
            Rumus-rumus tanda baca di atas kemudian disempurnakan lagi oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (170 H/ 786 M) seorang ahli tatabahasa Arab. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar rumus tanda baca dalam tulisan Arab. Tanda-tanda tersebut yaitu, "alif" kecil-miring diagonal di atas huruf untuk fathah. "ya" kecil di bawah huruf untuk kasrah. "waw" kecil di atas huruf untuk dhammah. Kepala "sin" di atas huruf untuk syiddah atau tasydid. Kepala 'kha" di atas huruf  untuk sukun. Kepala "ain" di atas atau di bawah huruf hamzah. "alif", "ya", dan "waw" di belakangh huruf lain untuk mad atau tanda panjang, dan tanda titik untuk membedakan huruf .[35]
            Seiring dengan berjalannya waktu, tanda-tanda baca di atas berubah menjadi lebih sederhana. Tanda fathah dan kasrah cukup dengan garis diagonal pendek. Waw untuk dammah cukup diambil lengkungan bulatnya saja untuk bagian kepala. Demikian pula tanda-tanda baca lainnya, ia semakin halus bentuknya.[36]

E. Penutup
            Apa yang penulis kemukakan di makalah ini hanya sebagai pengantar diskusi saja. Referensi tentang masalah ini juga banyak, hanya penulis belum mengkajinya secara keseluruhan. Bahkan Prof Dr. M. M. al-A'zami telah membahasnya secara panjang lebar dalam bukunya "The History of The Qur'anic text from Revelation to Complain: A Comparative Study with the Old New Testaments yang diterbitkan oleh GIP menjadi "Sejarah Teks al-Qur'an dari wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Selamat berdiskusi!

           



Daftra Pustaka

Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI

Azra, Azyumardi,  (ed.). Sejarah dan Ulum al-Qur'an. Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.

Marzuki, Kamaluddin. Ulum al-Qur'an. Bandung: Rosdakarya, 1992

ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul Qur'an: Studi Kompleksitas al-Qur'an, terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997

Shihab, M. Quraish. "Membumikan" al-Qur'an. Bandung: Mizan, 1994

Sirajuddin AR, D. Seni Kaligrafi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985

as-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur'an, t.penerj. Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.

Suma, Muhammad Amin. Studi Ilmu-ilmu al-Qur'an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000. Jilid I

           




[1]Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur'an  (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), Jilid I, hlm. 20.
[2]Ibid., hlm. 19.
[3]Ibid.
[4]Ibid., hlm 18.
[5]Ibid. Lihat juga Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi, Ulumul Qur'an: Studi Kompleksitas al-Qur'an, terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 38-40.
[6]Muhammad Amin Suma, op.cit., hlm. 24
[7]Ibid., hlm. 25.
[8]Azyumardi Azra (ed.), Sejarah dan Ulum al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.), hlm. 18.
[9]Ibid., hlm 18-19 Lihat juga Muhammad Amin Suma, op.cit., hlm. 34-37.
[10]Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur'an, t.penerj. (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.), hlm. 55.
[11]Lihat Quraish shihab, hlm. 35-38
[12]M. Quraish Shihab, "Membumikan" al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 35.
[13]Ibid.
[14]Ibid., hlm. 36-37.
[15]Ibid., hlm. 37-38.
[16]Azyumardi Azra (ed.), hlm. 20.
[17]Penulis memeriksa kata ini di kamus al-Munawwir, kata "al-'ushb" atau "al-'ashab" adalah nama jenis tumbuh-tumbuhan. Lihat al-Munawwir, hlm. 1004.
[18]"Al-Likhab" 'batu putih yang tipis.  Ibid., hlm. 1353.
[19]Kamaluddin Marzuki, Ulum al-Qur'an, (Bandung: Rosdakarya, 1992), hlm. 67.
[20]Ibid., hlm. 67.
[21] Azyumardi Azra (ed.), hlm. 28.
[22]Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, hlm. 20.
[23]Azyumardi Azra (ed.), hlm 28-29.
[24]Al-Qur'an dan Terjemahannya, op.cit., hlm. 21.
[25]Azyumardi Azra (ed.), op.cit., hlm 29.
[26]Al-Qur'an dan Terjemahannya, op.cit.,  hlm. 21
[27]Ibid., hlm 22.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30]D Sirajuddin AR, Seni Kaligrafi Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hlm. 60.
[31]Ibid., hlm. 62.
[32]Ibid., hlm 62-63, Azyumardi Azra, hlm. 32
[33]Ibid. hlm. 64
[34]Ibid., hlm. 66
[35]Ibid., hlm. 68.
[36]Ibid., hlm. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar