PELATIHAN, KURSUS, DAN KONSULTASI

LEMBAGA STUDI UMAT NURUL IMAN (eL-SUNI), YOGYAKARTA
"Mantapkan Iman dengan Ilmu Pengetahuan"

Alamat: Jl. Besi-jangkang, KM 3,5, Belakang Puskesmas Ngemplak 2, Banglen, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, di Samping Penjahit Sri Rejeki (a.n. Muhammad Rais Ramli, M.S.I., M.S.I. Telp./WA/Telegram: 0815-7885-6972; PIN BB: D02A5AB9; E-Mail: Mrais17@yahoo.com; YM: Mrais17).

PELATIHAN & KURSUS
* PELATIHAN TATA CARA SHOLAT LENGKAP
(Thaharoh [Ugensi Thoharoh, Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya, Zat/benda yang digunakan untuk Thoharoh, Adab Buang hajat, Sunnah-sunnah Fitroh, Wudhu, Mengusap Khuf, Mandi, Tayammum, Fiqh Haid, Nifas, dan Istihadhoh] Gerakan Sholat, Bacaan Sholat, Makna & Rahasia Kandungan Sholat).

* PELATIHAN PERAWATAN JENAZAH LENGKAP
(Merawat Orang Sakit, Sakaratul Maut, Memandikan, Mengkafani, Men-sholatkan, Menguburkan, Takziah, Siksa Kubur, dan Amaliyah yang bermanfaat bagi jenazah yang disepakati ulama).

* PELATIHAN RETORIKA DAKWAH (TEKNIK PIDATO/ CERAMAH & KHUTBAH).
(Fiqh Dakwah, Fiqh Khutbah Jumat, dan Retorika).

* KURSUS BAHASA ARAB
(Nahwu, Shorof, Tashrif, Kajian Bahasa Arab al-Quran [KaBAr-Qu] Muhadatsah Fushah [Percakapan Bahasa Arab Standar], dan Terjemah Arab-Indonesia)

* KURSUS TARJAMAH AL-QUR'AN PER KATA

* PELATIHAN SEHARI (ONE DAY TRAINING) METODE MUDAH MENGUASAI KOSA KATA AL-QURAN (DENGAN TARGET MENGUASAI 50% AL-QURAN).

* KURSUS ULUMUL QUR'AN
* KURSUS ULUMUL HADIS
* KURSUS USHUL FIQH
* KURSUS FIQH ZAKAT
* KURSUS FIQH PUASA
* KURSUS FIQH MU'AMALAH
* KURSUS FIQH EKONOMI ISLAM

* MENYALURKAN WAKAF KAMUS SAKU AL-QURAN UNTUK PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN, MADRASAH, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAINNYA YANG MEMBUTUHKAN. BAGI PARA DERMAWAN YANG INGIN MENJADI SPONSOR WAKAF KAMUS AL-QURAN, DAPAT MENGHUBUNGI PENULIS PADA CONTACT DI ATAS.

*eL-SUNI menerima infak atau sponsorship untuk Dakwah dan Bakti Sosial di Desa-desa terpencil untuk wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Untuk setiap Dakwah dan Bakti sosial dilakukan selama 3 hari, 2 malam. Adapun kegiatan-kegiatan dakwah dan bakti sosial di desa-desa terpencil selama 3 hari dan 2 malam tersebut adalah
= Bazar Sembako Murah
= Pembagian Pakaian Layak Pakai
= Penyuluhan Pertanian/Perkebunan (menyesuaikan kondisi desa sasaran dakwah dan bakti sosial)
= Pengajian Akbar (target minimal 300 peserta)
= Pelatihan perawatan jezanah (target 100 peserta)
= Pelatihan tatacara cara thaharah dan tatacara shalat (target 100 peserta)
= Pelatihan Metode Mudah Menguasai Kosa Kata al-Quran
= Pelatihan guru Taman Kanak-kanak al-Quran dan Taman Pendidika al-Quran (target 50 peserta)
= Lomba-lomba untuk taman kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Quran (target 100 peserta)
= dan berbagai kegiatan-kegiatan lain sesuai usulan warga sasaran kegiatan dan usulan donatur dan sporsorship.

NB= Banyaknya kegiatan dalam sekali kegiatan dakwah dan bakti sosial disesuaikan dengan dana yang tersedia.

* Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan bakti sosial, eL-SUNI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain sesuai dengan kebutuhan.

* Dana kegiatan dapat disalurkan ke nomor rekening,
0220830510, Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, a.n. Muhammad Rais

KONSULTASI SKRIPSI & TESIS UNTUK SEMUA ILMU SOSIAL DAN ILMU AGAMA ISLAM

Kamis, 16 September 2010

Akad Murabahah dalam Hukum Islam dan Problematika Penerapannya pada Bank Syari'ah


 
I. Pendahuluan
            Salah satu produk perbankan syariah yang dapat membantu nasabah dalam pengadaan barang adalah murabahah. Produk ini sama dengan ba'i bi saman ajil. ia merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah perbankan syariah, tetapi berbeda dengan pembiayaan konsumen (consumer finance) yang ada pada perbankan konvesional. Makalah ini memaparkan tentang seluk beluk dari murabahah tersebut kaitannya dengan perbankan syariah dan problematika yang dihadapinya.
II. Pengertian
            Pengertian murabahah secara bahasa atau etimologis adalah berasal dari kata "ribh" yang artinya 'keuntungan' yaitu 'pertambahan nilai modal'. Kata murabahah merupakan bentuk mutual yang bermakna 'saling'. Jadi, murabahah artinya 'saling mendapatkan keuntungan'. Dalam ilmu fiqh, murabahah diartikan 'menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas'.[1]
Secara terminologis, yang dimaksud dengan murabahah adalah pembelian barang dengan pembayaran yang ditangguhkan (1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan seterusnya tergantung kesepakatan). Pembiayaan murabahah diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory).[2]
Muhammad Syafi'i Antonio mengutip Ibnu Rusyd, mengatakan bahwa murabahah adalah "jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati". Dalam akad ini, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.[3]
Ivan Rahmawan A. mendefinisikan murabahah sebagai suatu kontrak usaha yang didasarkan atas kerelaan antara kedua belah pihak atau lebih dimana keuntungan dari kontrak usaha tersebut didapat dari mark up harga sebagaimana yang terjadi dalam akad jual beli biasa.[4]
Heri Sudarsono mendefinisikan murabahah sebagai jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu.[5]
Udovitch via Abdullah Saeed mendefinisikan murabahah sebagai suatu bentuk jual beli dengan komisi, di mana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang yang dia inginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa seorang perantara.[6]
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan beberapa hal pokok bahwa akad murabahah terdapat 1) pembelian barang dengan pembayaran yang ditangguhkan. Dengan defenisi ini, maka murabahah identik dengan ba'i bitsaman ajil. 2) Barang yang dibeli menggunakan harga asal. 3) Terdapat tambahan keuntungan (komisi, mark up harga, laba) dari harga asal yang telah disepakati. 4) terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak (pihak bank dan nasabah) atau dengan kata lain, adanya kerelaan di antara keduanya. 5) Penjual harus menyebutkan harga barang kepada pembeli (memberi tahu harga produk).
           
III. Landasan Syari'ah Akad Murabahah
            Adapun landasan syari'ah murabahah[7] adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 275,
...وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا....
"...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...."

Dan juga hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Suhaib ar-Rumi bahwa Rasulullah saw. bersabda,
 "Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual." (H. R. Ibnu Majah).
         
Para ulama telah mengemukakan kehalalan murabahah karena keumuman dalil yang menjelaskan tentang dibolehkannya jual beli dalam skala umum. Ijma kaum muslimin menjadi landasan kebolehan murabahah ini, karena jual beli ini juga dilakukan di berbagai negeri dan setiap masa. Orang yang tidak memiliki ketrampilan jual beli dapat bergantung kepada orang lain dan hatinya tetap merasa tenang. Ia bisa membeli barang dan menjualnya dengan keuntungan yang logis sesuai kesepakatan.[8]
Landasan syari'ah berikutnya adalah ketika MUI mengeluarkan fatwa tentang Uang Muka dalam Murabahah, maka landasan syari'ah yang dikemukakan adalah,[9]
1. Q.S. al-Baqarah [2]: 282,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ....
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah [seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...."

2. Q.S. al-Maidah [5]: 1,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ....
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya]...."

3. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi dari sahabat 'Amr bin 'Auf,

الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

4. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh oleh Imam Ibnu Majah dari sahabat 'Ubadah bin Samit. Hadis ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Sahabat Ibnu 'Abbas dan Malik dari Yahya,

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain."

5.  Kaidah Usul al-Fiqh,

الْأَصْلُ فِيْ الْمُعَامَلَاتِ الْإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
"Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

الضَّرَرُ يُزَالُ.
"Bahaya (beban berat) harus dihilangkan."

6. Ijma' ulama bahwa meminta uang muka dalam akad jual beli adalah boleh (jawaz).
Demikian pula, ketika difatwakan tentang "diskon dalam akad murabahah", MUI juga mengutip landasan syar'i yang ada pada item no 2, 3, 5 (kaidah yang pertama), dan kaidah usul al-fiqh berikut, أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ  "Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."[10]
Ketika MUI memberikan fatwa tentang "Potongan Pelunasan dalam Murabahah", maka yang dijadikan landasan syar'i-nya adalah,[11]
1. Q.S. al-Baqarah [2]: 275,
2. Q.S. an-Nisa' [4]: 29,
3. Q.S. al-Maidah [5]: 1,
4. Q.S. al-Maidah [5]: 2,
5) Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan Imam Ibnu Majah dan di-sahih-kan oleh Ibnu Hibban berikut,
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ, {رواه البيهقي وابن ماجة وصحّحه ابن حبان}
"Dari Abu Sa'id al-Khudri ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak'."

6. Hadis Nabi saw., yang diriwayatkan oleh oleh Imam at-Tabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak yang mengatakan bahwa hadis ini sahih. Hadis tersebut adalah sebagai berikut,
رُوِيَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَمَرَ بِإِخْرَاجٍ بَنِي النَّضِيْرِ جَاءَهُ نَاسٌ مِنْهُمْ, فَقَالُوا: يَا نَبِيَ اللهِ, إِنَّكَ أَمَرْتَ بِإِخْرَاجِنَا وَلَنَا عَلَى النَّاسِ دُيُوْنٌ لَمْ تَحِلَّ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: ضَعُوا وَتَعَجَّلُوْا {رواه الطبرني والحاكم في المستدرك وصححه}
"Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw., ketika memerintahkan mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka seraya mengatakan, 'Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo', maka Rasulullah saw. berkata, 'Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat'.

7. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh  Imam at-Tirmizi dari Amr bin Auf sebagai berikut,
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

8. Kaidah Usul al-Fiqh,

الْأَصْلُ فِيْ الْمُعَامَلَاتِ الْإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
"Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

IV. Profil Singkat tentang Murabahah      
1. Rukun Murabahah
            Murabahah mempunyai beberapa rukun yaitu,
1) Para pihak (al-'aqidan, العاقدين );
2) Pernyataan kehendak (sigat al-'aqd, صيغة العقد);
3) Obyek akad (mahall al-'aqd, محل العقد);
4) Tujuan akad (maudu al-'aqd, موضوع العقد)[12]
            Ivan Rahmawan mengemukakan rukun murabahah antara lain, 1) Penjual (ba'i); 2) Pembeli (musytari); 3) Barang/ objek (mabi'); 4) Harga (saman); 5) Ijab qabul (sigat).[13]
2. Syarat Murabahah
            Terdapat delapan syarat terbentuknya akad murabahah, yaitu:
1) Tamyiz (at-tamyiz);
2) Berbilang pihak (ta'addud at-tarfain);
3) Pertemuan kehendak atau kesepakatan (tatabuq al-iradatain);
4) Kesatuan majlis (ittihad at-tarfain)
5) Obyek ada pada waktu akad [dapat diserahkan]  (wujud al-mal 'inda al-'aqd au al-qudrah 'ala at-taslim);
6) Objek dapat ditransaksikan (salahiyah al-mal li at-ta'amuli);
7) Objek tertentu atau dapat ditentukan (at-ta'yin au qabiliyyah al-mahal li at-ta'amuli);
8) Tidak bertentangan dengan ketentuan syariah ('adamu mukhalafah asy-syar'i).[14]
            Adapun syarat keabsahan murabahah adalah,
1) Bebas dari paksaan (al-khalw min al-ikrah);
2) Bebas dari garar atau ketidakjelasan (al-khalw min al-garar);
3) Bebas dari riba (al-khalw min ar-riba)
4) Bebas dari syarat fasid (al-khalw min asy-syurut al-fasidah);
5) Tidak menimbulkan kerugian ketika penyerahan ('inda ad-darar 'inda at-taslim).[15]
            Di samping syarat-syarat di atas, terdapat juga syarat-syarat khusus, yaitu:
1) Harus diketahui besarnya biaya perolehan komoditi.
2) Harus diketahui keuntungan yang diminta penjual.
3) Pokok modal harus berupa benda bercontoh atau berupa uang.
4) Murabahah hanya bisa digunakan dalam pembiayaan bilamana pembeli murabahah memerlukan dana untuk membeli suatu komoditi secara riil dan tidak boleh untuk lainnya termasuk membayar hutang pembelian komoditi yang sudah dilakukan sebelumnya, membayar biaya overhead, rekening listrik, dan semacamnya.
5) Penjual harus telah memiliki barang yang dijual dengan pembiayaan murabahah.
6) Komoditi bersangkutan harus telah berada dalam resiko penjual.
7) Komoditi obyek murabahah diperoleh dari pihak ketiga bukan dari pembeli murabahah bersangkutan (melalui jual beli kembali,  )[16]
Abdullah Saeed mengemukakan ciri dasar kontrak murabahah yang kalau diteliti, isinya tercakup dalam syarat murabahah yang telah dikemukakan di atas. Ciri dasar kontrak murabahah yang dimaksud adalah 1) si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan tentang harga asli barang, batas laba (mark up) harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga beserta biaya-biayanya; 2) apa yang dijual adalah barang atau komoditi dan dibayar dengan uang; 3) apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada si pembeli; dan 4) pembayarannya ditangguhkan. Murabahah digunakan dalam setiap pembiayaan di mana ada barang yang bisa diidentifikasi untuk dijual.[17]




3. Ketentuan Umum Murabahah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/ DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000, dipaparkan tentang ketentuan umum murabahah sebagai berikut;[18]
I. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah adalah sebagai berikut:
(1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba
(2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam
(3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya
(4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atan nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba
(5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang
(6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah keuntungan. Dalam hal ini, bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan
(7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati
(8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah
(9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank
II. Ketentuan murabahah Kepada Nasabah
(1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank
(2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
(3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima atau membelinya sesuai dengan pernjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum, perjanjian tersebut mengikat kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
(4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan
(5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut
(6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kemnbali sisa kerugiannya kepada nasabah
(7) Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
(a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga
(b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut: dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya
III. Jaminan dalam Murabahah
(1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya
(2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
IV. Hutang dalam Murabahah
(1) secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank
(2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya
(3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran-pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan
V. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah
(1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya
(2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
VI. Bangkrut dalam Murabahah
(1) Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
4. Murabahah dan Ba'i bi Saman Ajil
            Murabahah sama dengan ba'i bi saman ajil, seperti yang dikemukakan oleh Adiwarman A. Karim. Ia mengatakan bahwa "sebenarnya produk pembiayaan ba'i bi saman ajil secara fiqh adalah ba'i bi saman ajil yang murabahah. Adapun murabahah, secara fiqh pembayarannya dapat dilakukan lewat naqdan (tunai) atau bi saman ajil (tangguh tempo). Dalam penerapannya diperbankan, murabahah yang naqdan tidak ada, yang ada adalah murabahah yang pembayarannya dicicil. Jadi, sebenarnya produk pembiayaan murabahah secara fiqh adalah murabahah yang ba'i bi saman ajil".[19]
            Untuk mengetahui gambaran lengkap tentang hal ini, dapat dilihat tabel berikut;[20]
No.
Hal
Murabahah
Ba'i bi Saman Ajil
1
Fiqh
v  Dalam sebuah kitab, murabahah adalah salah satu bagian dari prinsip jual beli


v  Sistem pembayaran boleh secara angsur atau sekaligus
v  Tidak tercantum dalam kitab fiqh manapun dan bukan bagian dari prinsip jual beli melainkan istilah baru sebagai bagian dari murabahah
v  Ba'i bi saman ajil adalah jual beli dengan cara angsur, tidak terdapat pembayaran secara kontan.
2.
Teknik Perbankan
v  Digunakan di seluruh perbankan syariah yang berada di Timur Tengah, Eropa, Asia, Australia, dan Amerika
v  Pembiayaan untuk barang yang tidak bersifat siklus (modal kerja), kecuali pembiayaan untuk satu jenis barang dan bersifat one shot deal
v  Produk ini hanya digunakan di Malaysia



v  Sama



5. Murabahah dan Perbedaannya dengan Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
Penulis merasa penting mencantumkan bagian ini, karena sebagian orang menganggap bahwa murabahah adalah sama dengan pembiayaan konsumen (consumer finance). Oleh karena itu, di sini di kemukakan perbedaan di antara keduanya dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dipahami. Adapun perbedaan keduanya adalah sebagai berikut;[21]

No.
Masalah
Jual Beli Murabahah
Pembiayaan Konsumen
1.
Akad
v Jual beli
v Harus ada barang
v Pinjam meminjam
v Belum tentu ada barangnya
2.
Obyek penyerahan
v Barang yang diperjualbelikan harus ada
v Barang dapat diserahkan sewaktu akad
v Barang berupa harta yang jelas harganya
v Barang milik sendiri (punya bank) artinya terjaga
v Uang yang akan dipergunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan
3.
Harga perolehan barang
v Harus diberitahukan kepada nasabah
v Tidak ada keharusan, karena yang diserahkan uang bukan barang, bahkan tidak tahu harga perolehan barangnya
4.
Tanda bukti nasabah
v Tanda terima barang
v Tanda Terima Uang Tunai Nasabah (TTUTN), promise atau sejenisnya
5.
Hutang nasabah
v Sebesar harga jual, yaitu harga perolehan barang ditambah keuntungan yang disepakati
v Berkurang sebesar pembayaran angsuran yang dilakukan (tidak membedakan lagi unsur pokok dan keuntungan)
v Bagi nasabah tidak mengenal hutang pokok dan hutang margin
v Pokok kredit ditambah dengan bunga (tergantung sistem bunga yang dikenakan-tetap, floating, dsb.)
v Berkurang sebesar pembayaran angsuran pokok kredit dan pembayaran bunga (pada umumnya bank mempergunakan sistem perhitungan anuitas-pembayaran angsuran pokok kecil pada awalnya)
v Ada hutang pokok dan hutang bunga
6.
Perhitungan keuntungan
v Belum dikemukakan metode perhitungan keuntungan
v Keuntungan harus disepakati
v Dilakukan sekali dari harga perolehan barang setelah dikurangi uang muka (jika ada). Jika telah disepakati tidak diperbolehkan berubah sampai akhir akad
v Perhitungannya dari sisa/ outstanding pokok kredit yang diberikan kepada nasabah (biasanya bank mempergunakan sistem perhitungan anusitas-bunga besar pada awalnya, karena modalnya dipergunakan juga besar)
7.
Nasabah melunasi sebelum jatuh tempo
v Sebesar sisa hutangnya (hutang awal dikurangi dengan pembayaran angsuran)
v Bank syariah diperkenankan untuk memberi potongan pelunasan dipercepat, yang besarnya merupakan kebijakan bank
v Sebesar sisa pokok kredit dan biasanya bunga yang belum diterima sebagai potongan pelunasan
v Dengan cara perhitungan anusitas, sisa pokok kredit pada awalnya tersisa besar dan secara bertahap menurun
8.
Jaminan
v Nasabah dapat diminta untuk memberikan jaminan
v Nasabah harus menyerahkan jaminan
9.
Diskon dari supplier
v Pada prinsipnya menjadi milik nasabah
v Diskon yang tidak jelas pemiliknya, merupakan dana kebajikan
v Menjadi milik bank, sebagai pendapatan non operasi

10.
Denda
v Hanya kepada nasabah yang mampu, tetapi tidak mau membayar
v Nasabah yang tidak mampu tidak diperkenankan dikenakan denda
v Denda yang diterima merupakan pendapatan non halal (dana kebajikan)
v Bagi nasabah yang tidak membayar (tidak memperhatikan mampu atau tidak mampu)
v Denda yang diterima diakui sebagai pendapatan non operasi bank
11.
Uang muka
v Harus diserahkan kepada bank syariah
v Jika pesanan dibatalkan, bank mengalami rugi, maka nasabah harus mengganti kerugian riil bank dari uang muka
v Jika dilaksanakan, sebagai pengurang hutang nasabah
v Dapat disetor langsung kepada supplier (self financing)
12.
Pembagian pokok dan keuntungan (untuk kepentingan bank)
v Jika murabahah pembayarannya dilakukan secara tangguh, maka pembagian pokok dan margin harus dilakukan secara proporsional merata dan tetap selama jangka waktu angsuran
v Tidak dikenal pembayaran pokok dulu atau margin dulu, pembayaran angsuran adalah pengurang hutang nasabah
v Pada umumnya bank membedakan porsi pokok dan bunga
v Pembagian dilakukan secara anusitas, yaitu dengan jumlah angsuranyang sama pada awalnya possi pokok lebih kecil dan bunga lebih besar dan akhirnya sebaliknya
v Dimungkinkan untuk membayar bunga dulu, atau membayar pokok saja, dst.

V. Praktek Akad Murabahah Pada Bank Syari'ah dan Problematikanya
            Bank-bank syariah pada umumnya telah menggunakan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi 75% dari total kekayaan mereka. Angka persentasi ini sesuai dengan banyak bank-bank syariah, demikian pula dengan sistem perbankan di Pakistan maupun di Iran. Sejak tahun 1984, di Pakistan, pembiayaan jenis murabahah mencapai 87 % dari total pembiayaan dalam investasi deposito PLS. Pada kasus Dubai Islamic Bank, bank Islam paling awal pada sektor swasta, pembiayaan murabahah mencapai 82% dari total pembiayaan selama 1989. Bahkan, bagi Islamic Development Bank (IDB), selama lebih 10 tahun periode pembiayaan, 73 % pembiayaannya adalah murabahah, yaitu dalam pembiayaan dagang luar negeri.[22]
            Sejumlah alasan dikemukakan untuk menjelaskan popularitas murabahah dalam operasi investasi perbankan syari'ah, 1) murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan dibandingkan dengan sistem Profit and Loss sharing (PLS); 2) komisi dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa, sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank syariah; 3) murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem PLS; 4) murabahah tidak memungkinkan bank-bank syariah mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra nasabah, sebab hubungan mereka adalah hubungan antara kreditur dengan debitur.[23]
            Murabahah sebagai suatu jual beli dengan pembayaran tunda dapat terjadi pada harga tunai, dengan menghindari segala bentuk mark-up pengganti waktu yang ditundakan untuk pembayaran, atau dapat terjadi pada harga tunai plus mark-up untuk pengganti waktu penundaan pembayaran.[24]
            Sejumlah alasan diajukan untuk mendukung sah-nya harga kredit yang lebih tinggi dalam pembayaran tunda. Sejumlah alasan tersebut adalah, 1) bahwa teks-teks syariah tidak melarangnya; 2) terdapat perbedaan antara uang yang tersedia dengan sekarang dengan uang yang tersedia di masa yang datang; 3) bahwa kenaikan harga bukan sebagai imbalan waktu tunda pembayaran. Oleh karena itu, ia tidak sama denga riba sebelum Islam datang yang dilarang dalam al-Qur'an; 4) bahwa kenaikan harga dikenakan pada saat penjualan, bukan setelah penjualan dilakukan; 5) bahwa kenaikan harga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pasar, seperti permintaan dan penawaran dan naik turunnya daya jual-beli uang sebagai akibat inflasi dan deflasi; 6; bahwa penjual sedang melakukan suatu aktivitas dagang dan yang produktif dan diakui; 7) bahwa penjual boleh menetapkan bunga berapapun yang dikehendakinya.[25]
            Bank-bank syariah yang mendukung penggunaan murabahah dalam perbankan syariah tidak menganggap kenaikan dalam harga kredit mempunyai kemiripan dengan riba. Mungkin karena ada kemiripan antara kenaikan harga dalam murabahah dengan tambahan yang diberikan kepada kreditur sebagai imbalan perpanjangan waktu jatuhnya tempo hutang, sehingga sebagian sarjana berusaha menghindari setiap pengkaitan antara kenaikan harga dalam murabahah dengan tenggang waktu pembayaran.[26]

VI. Penutup
            Setelah semua pembahasan dipaparkan dapatlah diketahui bahwa murabahah sudah banyak diterapkan pada perbankan syariah. Produk ini mempunyai ketentuan-ketentuan yang amat ketat yang bisa mengikat antara bank dan nasabah. Ketentuan-ketentuan tersebut dibuat dengan tujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ketika mengadakan transaksi tersebut. Dari berbagai ketentuan yang dipaparkan tersebut terlihat semangat saling menolong,  saling menguntungkan, dan melindungi pihak-pihak yang lemah.









Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Islam: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Karim, Adiwarman A.. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Muhammad. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah. Yogyakarta: UII Press, 2006

al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq, 2004

Perwataatmadja, Karanaen A. dan Muhammad Syafi'i Antonio. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999

Rahmawan A., Ivan. Kamus Istilah Akuntansi Syari'ah. Yogyakarta: Pilar Media, 2005

Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta: PARAMADINA, 2004

Sam, M. Ichwan dkk. (ed.). Himpunan fatwa Dewan Syari'ah Nasional. Jakarta: P.T. Intermasa, 2003

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: EKONISIA, 2004

Wiroso. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005


[1]Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 198.
[2]Karanaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm.  25.
[3]Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Islam: Dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 101.
[4]Ivan Rahmawan A., Kamus Istilah Akuntansi Syari'ah (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 112-113.
[5]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), hlm. 62. 
[6]Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin (Jakarta: PARAMADINA, 2004), hlm. 119.
[7]Ibid., hlm. 102.
[8]Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, op.cit., hlm. 198-199.
[9]M. Ichwan Sam dkk. (ed.), Himpunan fatwa Dewan Syari'ah Nasional (Jakarta: P.T. Intermasa, 2003), hlm. 83-85. Walaupun fatwa ini berkaitan dengan uang muka dalam murabahah, tetapi hal ini dianggap masih relevan dengan pembahasan tentang murabahah secara umum.
[10]Ibid., hlm. 99-100.
[11]Ibid., hlm. 146-148.
[12]Print out mata kuliah Hukum Transaksi Islam oleh H. Syamsul Anwar, hlm. 58.
[13]Ivan..., op.cit., hlm. 113.
[14]Print out, lo.cit.
[15]Ibid.
[16]Ibid., hlm. 59.
[17]Abdullah Saeed, op.cit., hlm 120 dan Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari'ah (Yogyakarta: UII Press, 2006), hlm. 93.
[18]Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 47-49. Terdapat juga Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 (PSAK 59) tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) yang menjelaskan tentang karakteristik murabahah. Lihat ibid., hlm. 49- 52.
[19]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 90.
[20]Wiroso, op.cit., hlm. 56.
[21]Ibid., hlm. 54-55.
[22]Abdullah Saeed, op.cit., hlm. 121 dan Muhammad, op.cit., hlm. 94.
[23]Ibid.
[24]Abdullah Saeed, op.cit., hlm. 121-122 dan Muhammad, op.cit., hlm. 94-95. 
[25]Abdullah Saeed, op.cit., hlm. 123-124 dan Muhammad, op.cit., hlm. 97.  
[26]Abdullah ..., op.cit.,  hlm. 126 dan Muhammad,op.cit., hlm. 99-100. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar